Miris! Malaysia Potong Gaji Menteri Demi Kurangi Utang, RI Perlu Ikuti?

Petugas menata tumpukan uang rupiah. - JIBI/Abdullah Azzam

Moslemcommunity.net - Kementerian Keuangan mencatat jumlah utang pemerintah Indonesia per April 2018 mencapai Rp 4.180,61 triliun, lebih tinggi dari Maret yang sebesar Rp 4.136 triliun. Pemerintah pun terus berupaya melunasi utang tersebut.

Sementara itu di negara tetangga, Malaysia, Perdana Menteri (PM) Mahathir Mohamad di awal pemerintahannya membuat gebrakan yang jadi sorotan publik. Dia mengumumkan memangkas gaji menteri di kabinetnya sebagai upaya mengurangi utang negara yang mencapai 1 triliun ringgit.

Tak tanggung-tanggung, Mahathir memangkas 10% gaji dari masing-masing menteri. Selain mengurangi utang, pemangkasan gaji juga bertujuan untuk mengurangi pembelanjaan pemerintah.

"Saya sudah diberitahu bahwa utang kita sebenarnya 1 triliun Ringgit, tetapi hari ini kita bisa mempelajari dan mencari cara untuk mengurangi utang ini. Potongannya adalah pada gaji pokok menteri. Ini untuk membantu keuangan negara," ujar Mahathir saat konferensi pers usai memimpin rapat mingguan Kabinetnya yang pertama sejak dilantik menjadi PM pada 10 Mei lalu.

"Ini telah menjadi praktik saya. Saya juga melakukan hal yang sama ketika saya menjadi perdana menteri pada tahun 1981," lanjut Mahathir seperti dilansir media Malaysia, The Star, Rabu (23/5/2018).

Sebagai informasi, Berdasarkan data APBN Kita, total utang pemerintah per April 2018 sebesar Rp 4.180,61 triliun lebih tinggi 13,99% dibandingkan periode yang sama di 2017 sebesar Rp 3.667,41 triliun.

Angka Rp 4.180,61 triliun ini berasal dari pinjaman sebesar Rp 773,47 triliun atau 17,50% dari total. Adapun pinjaman tersebut berasal dari pinjaman luar negeri sebesar Rp 773,91 triliun yang terdiri dari bilateral Rp 331,24 triliun, multilateral Rp 397,82 triliun, komersial Rp 43,66 triliun, suppliers Rp 1,19 triliun. Sedangkan yang berasal dari pinjaman dalam negeri sebesar Rp 5,78 triliun.

Selanjutnya, utang pemerintah yang berasal dari surat berharga negara (SBN) sebesar Rp 3.407,14 triliun. Di mana yang berdenominasi rupiah sebesar Rp 2.427,76 triliun. Denominasi valas sebesar Rp 979,38 triliun.

Nah, bagaimana dengan pemerintah Indonesia yang utangnya mencapai Rp 4.180,61 triliun, perlukah Presiden Joko Widodo mengadopsi cara PM Mahathir mengurangi utang? Simak selengkapnya di sini:

Peneliti dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira mengatakan upaya yang dilakukan Mahathir bisa diadopsi pemerintah Indonesia.

"Bisa, tetapi tidak signifikan," kata Bhima saat dihubungi detikFinance, Jakarta, Jumat (26/5/2018).

Jumlah utang pemerintah sampai April 2018 naik menjadi Rp 4.180,61 triliun atau naik 1,06% dari posisi Maret 2018 yang sebesar Rp 4.136 triliun.

Menurut Bhima, tidak signifikannya pemotongan gaji menteri sebesar 10% karena nilainya masih cukup kecil jika dibandingkan dengan nominal pembayaran bunga utang yang mencapai Rp 220 triliun per tahun.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 75 Tahun 2000, gaji pokok Presiden ditambah tunjangan jabatan, Rp 30.240.000 ditambah Rp 32.500.000 menjadi Rp 62.740.030. Wakil Presiden totalnya Rp 42.160.000 dari gaji pokok plus tunjangan, Rp 20.160.000 ditambah Rp 22.000.000. 

Gaji menteri rata-rata besarannya Rp 18.648.000 yang berasal dari gaji pokok Rp 5.040.000 ditambah tunjangan Rp 13.608.000.

"Mungkin yang lebih pas untuk tambal utang ditambah juga penghematan dan tunjangan gaji eselon I dan II di semua K/L plus rasionalisasi belanja pegawai pemda. Harus gotong royong juga dari pusat dan daerah," kata Bhima.

Jika Pemerintah Indonesia di bawah komando Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla mau meniru cara PM Mahathir kurangi utang, kira-kira apa yang perlu dilakukan?

Menurut Bhima, dalam satu tahun belanja untuk gaji dan tunjangan sebesar Rp 8,84 miliar.

"Andaikan secara proporsional gaji presiden sampai menteri dipotong 10% saja, maka per tahun uang yang bisa dihemat sebesar Rp 884 juta," kata Bhima saat dihubungi detikFinance, Jakarta, Jumat (25/5/2018).

Bhima menilai, angka Rp 884 juta tersebut masih tidak signifikan untuk mengurangi utang pemerintah. Bahkan, angka penghematan tersebut tidak cukup untuk membayar bunga utang dalam satu tahun yang sebesar Rp 220 triliun.

Dia menyarankan jika ingin mengurangi utang pemerintah, maka anggaran yang dipotong harus diperluas dengan memotong juga gaji eselon I dan II di semua kementerian/lembaga, serta rasionalisasi belanja pegawai di pemerintah daerah.

"Harus gotong royong juga dari pusat dan daerah," ungkap dia.

Pemerintah menilai sampai saat ini belum perlu menerapkan kebijakan yang akan dilakukan seperti PM Malaysia Mahathir Mohamad.

PM Malaysia itu akan memotong gaji kabinetnya sebesar 10% untuk mengurangi utang negaranya yang sebesar 1 triliun ringgit.

Staf Khusus Presiden bidang Ekonomi Ahmad Erani Yustika mengatakan, posisi utang Indonesia saat ini masih dalam posisi yang aman dan dalam pengelolaan yang baik.

"Kalau dari sisi pengelolaan anggaran semuanya sudah terukur, sudah terjaga dengan sangat baik makroekonominya. Jadi gebrakan dalam rangka melakukan menjaga makroekonomi memang tidak diperlukan karena semuanya sudah terjaga," kata Erani saat dihubungi detikFinance, Jakarta, Jumat (25/5/2018).

Jumlah utang pemerintah per April 2018 telah mencapai Rp 4.180,61 triliun atau 29% terhadap PDB. Erani menyebut, posisi utang pemerintah masih aman.

"Iya masih aman, karena Menkeu juga sering sampaikan bahwa dari rasio apapun misalnya dari utang dibandingkan PDB, defisit fiskal macam-macam, memang itu menjadi pertaruhan utama bagi menkeu dan itu selalu dijaga," jelas dia.

Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menilai langkah yang ditempuh perdana menteri PM Malaysia Mahathir Mohamad dalam memangkas utang negaranya tidak perlu ditiru pemerintah Indonesia.

Anggota Komisi XI Mukhamad Misbakhun mengaku tidak setuju jika pemerintah akan mengadopsi cara PM Malaysia dalam rangka mengurangi jumlah utang.

"Saya tidak setuju apabila Indonesia meniru langkah Perdana Menteri Mahathir di Malaysia dengan melakukan pemotongan gaji menteri," kata Misbakhun saat dihubungi detikFinance, Jakarta, Jumat (25/5/2018).

Ketidaksetujuannya anggota DPR dari Fraksi Partai Golkar ini dikarenakan besaran gaji menteri di Indonesia berbeda dengan di Malaysia.

"Gaji menteri di Indonesia sangat kecil bila dibandingkan dengan gaji para CEO sektor swasta yang mencapai ratusan juta dan bahkan miliaran per bulannya," kata Misbakhun.

"Hasil pemotongannya juga tidak seberapa bila tujuannya adalah mengurangi utang negara dan pemotongan itu malah tidak efektif dalam rangka perbaikan kinerja berbasis tunjangan," tambah dia.

Dilansir Channel News Asia, dilihat dari situs parlemen Malaysia, gaji bulanan perdana menteri yakni RM 22.827 (sekiktar Rp 81,3 juta), wakil perdana menteri RM 18.168 (sekitar Rp 64,7 juta), menteri RM 14.907 (sekitar Rp 53,1 juta) dan wakil menteri RM 10.848 (sekitar Rp 38,6 juta). 

"Kondisi jumlah gaji pokok, tunjangan dan take home pay di Malaysia berbeda dengan Indonesia. Tidak bisa disamakan begitu saja. Isu di Malaysia soal gaji menteri berbeda kondisinya dengan di Indonesia," tutup dia. (detik.com)

[http://news.moslemcommunity.net]
Banner iklan disini