Kendali Ekonomi Jokowi Yang Bikin Resah

Mantan Menteri Koordinator Kemaritiman Rizal Ramli - (Foto: istimewa)

Moslemcommunity.net - Lebaran usai, dinamika politik kembali memanas. Ironisnya, sejumlah indikator makro-ekonomi masih belepotan warna merah. Jelas ini meresahkan.

Ekonom senior Rizal Ramli (RR) menegaskan, ekonomi sudah lampu kuning karena deficit neraca berjalan (current account) terus berlangsung, sementara utang menggunung.

Mantan Menko Ekuin Kwik Kian Gie juga mengkhawatirkan terus membumbungnya utang pemerintah dan swasta, yang kini nyaris Rp5.000 triliun. Dia juga menyoroti sejumlah indikator makro-ekonomi di era Joko Widodo, yang belepotan warna merah.

Sekadar mengingatkan saja, BI tahun ini, memperkirakan defisit transaksi berjalan bakal bertengger di 2,3% dari Produk Domestik Bruto (PDB). Nominalnya di kisaran US$23 miliar, alias Rp326,4 triliun. Angka ini lebih tinggi kertimbang proyeksi sebelumnya yang berkisar 2,2%-2,3% terhadap PDB.

Sepanjang 2018, angka-angka itu memang bertabur defisit. Sampai April neraca perdagangan (trade balance) tercatat minus US$1,6 miliar.

Begitu juga dengan neraca perdagangan jasa dan neraca perdagangan migas kuartal pertama, masing-masing defisit US$1,4 miliar dan USS2,4 miliar.

Bahkan defisit transaksi berjalan sudah berada di US$5,5 miliar. Berikutnya, neraca pendapatan primer dan neraca pembayaran (balance of payment) US$7,9 miliar dan US$3,9 miliar.

"Lha wong semuanya defisit, kok Menkeu masih saja ngotot bilang mengelola APBN dengan prudent. Apanya yang prudent? Kalau benar-benar prudent, tentu angka-angkanya tidak defisit seperti itu. Sayangnya Presiden tidak tahu kalau para pembantunya memberi laporan ABS," tukas Rizal Ramli.

Tentu saja, ABS yang dia maksudkan adalah kepanjangan dari Asal Bapak Senang. Rupiah dalam beberapa waktu terakhir memang terkulai, tidak berdaya menghadapi keperkasaan dolar AS. Kurs tengah BI hari ini menunjukkan angka Rp14.192/US$. Jika dihitung sejak awal tahun, rupiah tercatat melemah sekitar 4,5%.

Publik percaya, kalau pun rupiah tidak terjerembab ke angka Rp15.000/US$ bahkan Rp17.000/US$ itu semata-mata karena BI mati-matian berusaha menjaganya melalui intervensi pasar. Sayangnya sampai sekarang tidak jelas betul, berapa devisa yang telah digerojok ke pasar. Namun bisik-bisik di pasar menyebutkan angkanya sudah menembus US$9 miliar. Fantastis.

Menurut RR, sapaan akrab Rizal Ramli, sejak akhir 2017, telah diingatkan bahwa kondisi ekonomi negara sudah lampu kuning.

Kondisi ekonomi yang sudah lampu kuning tersebut lantaran kebijakan ekonomi yang dilakukan Menteri Keuangan Sri Mulyani. Namun pemerintah tidak melakukan hal-hal mengurangi defisit keuangan negara, tidak melakukan service payment, pembayaran pokok, bunga dan deviden dan tidak melakukan hal yang cukup untuk mengurangi keseimbangan primer.

"Akhir tahun sudah diingatkan kepada pemerintah, bahwa ekonomi negara sudah lampu kuning dan supaya berhati-hati. Itu lah alasan domestik kenapa rupiah merosot," ujar Rizal

RR menyesalkan saran yang diberikan dianggap angin lalu dan Sri tidak mengambil kebijakan untuk menjaga stabilitas Rupiah. Hal itu dilakukan lantaran nilai tukar Rupiah terhadap Dolar AS sempat mencapai Rp14.300. Rizal juga mengingatkan agar Sri tidak terlalu percaya diri atas hasil yang didapat saat ini.

"Jadi, daripada melakukan bantah-bantahan dengan saya, urusin saja nilai Rupiah. Rupiah bisa anjlok lebih jauh lho. Jadi, menteri keuangan jangan ke-pede-an. Katanya kerja, mana hasil kerjanya?" ujarnya.

Dalam kaitan ini, nampak jelas mimpi buruk Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo ketika sebelum Ramadhan jelang Lebaran dia memproyeksikan Indonesia bakal sulit naik level dari negara berpendapatan menengah (middle income) ke berpendapatan tinggi (higher income) atau negara maju pada 2030. Sebab, pendapatan per kapita Indonesia masih belum memadai.

"Ini terus terang mungkin mission impossible kalau kita asumsikan dan kemudian lakukan proyeksi di BI. Kita bicara proyeksi long term pakai pendekatan supply side," kata dia dalam Diskusi Publik Indonesia 2030: Peluang dan Tantangan Ekonomi di Gedung Pakarti, Jakarta, Rabu (6/6/2018).

Indonesia bisa saja naik level lebih cepat yaitu di tahun 2040 jika pertumbuhan ekonomi bisa digenjot lebih tinggi yaitu mencapai 6,4%.

Namun, untuk mencapai ini, Indonesia harus kerja sangat keras. Menurut Gubernur BI, perlu kerja yang lebih keras untuk naik level. Bila pertumbuhan ekonomi rata-rata bisa mencapai 5,6%, Indonesia diprediksi bisa naik level pada 2045 dengan pendapatan per kapita di atas 10 ribu. Per 2017 lalu, pendapatan per kapita Indonesia baru mencapai US$ 3.876.

Sejauh ini, tim ekonomi Kabinet Jokowi, gagal memenuhi target pertumbuhan yang dicanangkan sebesar 7%. Pada kenyataannya, pertumbuhan ekonomi mentok di kisaran 5%.

Dalam kaitan ini, ekonom Kwik Kian Gie dan Rizal Ramli kompak mengatakan, kalau pertumbuhan hanya 5%, stagnan begini terus, maka sampai 2030 Indonesia hanya menjadi negara tertinggal di Asia. Alhasil, jumlah rakyat Indonesia yang miskin bakal membludak.

Bahkan, Indonesia makin tertinggal dari Vietnam kalau stagnasi ekonomi di 5% terus berlanjut. Harus ada reformasi, gebrakan Rajawali untuk mewujudkan kebangkitan Indonesia.

Masyarakat belum lupa bahwa teknokrat senior Rizal Ramli PhD sudah mengingatkan Gubernur BI Perry Warjiyo dan pemerintahan Jokowi dan dunia usaha bahwa Indonesia harus bangkit dan harus tumbuh 9%-10% kalau kita ingin sejahtera, adil, maju dan jadi besar seperti Jepang dan China RRC.

Para ekonom menyadari dan mengingatkan bahwa tugas pemerintah Jokowi adalah mewujudkan kesejahteraan dan keadilan dan yang lebih penting adalah tingkat kesejahteraan rakyat, bukan semata produk domestik bruto [ GDP] 1 trilyun dolar AS.

Hari ini kita boleh bangga bahwa GDP Indonesia 1 trilyun dolar AS, tapi GNP kita lebih rendah karena banyak kontribusi orang asing di dalamnya. Tapi kalau GDP kita dibagi 260 juta penduduk Indonesia maka GNP kita hanya 3600 dolar AS. Kita itu terendah dibandingkan Malaysia 10 ribu dolar AS [nyaris tiga kalinya], Thailand 6000 dolar AS nyaris dua kalinya, Singapura 53ribu dolarAS- nyaris 15 kali kita. Jadi, selain besarnya GDP penting, yang jauh lebih penting adalah tingkat pendapatan dan kesejahteraan rakyat. Jangan dilupakan hal ini,ujar RR.

Nah tahun 2030 ada beberapa cara dalam melihat proyeksi ini, dan ada yang menggunakan purchasing parity power, bukan makai nominal dolar. Hitungan begini tak semua setuju, karena dalam membeli satu burger di Indonesia dengan dolar, maka akan berbeda dengan dolar AS di negara lain, termasuk dampaknya dan sebagainya. Saya mohon maaf bahwa debat soal purchasing power parity itu banyaklah dan terus berlangsung,'' kata RR, mantan Menko Ekuin dan Menko Kemaritiman

Menurut RR, dua-tiga tahun terakhir pertumbuhan ekonomi stagnan, mandeg pada angka 5%, dan itu nggak usah dibantah-bantah karena Pak Jokowi mengakui kok pertumbuhan ekonomi kita rendah. Maka pertanyaannya pak Jokowi: Bisa nggak kita mencapai hal pertumbuhan 7% atau lebih? Pak Jokowi mengeluh mengapa pertumbuhan ekonomi kita rendah, gimana caranya agar bisa 7%, atau lebih. Bagaimana caranya? Hemat saya, harus tinggalkan model kebijakan makro ekonomi yang super konservatif ala World Bank yaitu pengetatan, austerity karena ini gagal di seluruh dunia

Tantangan yang dihadapi Indonesia terletak pada persoalan mengatasi kesulitan ekonomi. Sosok para pemimpin nasional dan presiden yang dibutuhan adalah yang memahami ekonomi dan di saat bersamaan memiliki keberpihakan pada kepentingan rakyat. Maukah Jokowi meninggalkan Neoliberalisme dan model kebijakan pengetatan, austerity, yang super konservatif ala Bank Dunia itu?

Ekonomi era Presiden Jokowi-Wapes JK memasuki zona lampu merah. Pasalnya, RAPBN 2017 akan memiliki nilai Rp 2.070,5 triliun dan penerimaannya adalah Rp 1.737,6 triliun. Akan ada defisit Rp 332,8 triliun atau 2,41% dari PDB. Apa yang terjadi? Presiden RI ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mendesak pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengembalikan tingkat pertumbuhan ekonomi Indonesia ke angka 6%. Pasalnya, jika pertumbuhan tidak dikembalikan ke angka tersebut , maka akan berimplikasi luas.

Sejauh ini pula, utang Indonesia era Jokowi-JK selalu mengalami peningkatan setiap tahunnya. Bahkan, hingga Juli 2016, utang Indonesia telah mencapai Rp3.359,82 triliun. Laporan Bank Indonesia (BI) menyebut, posisi ULN Indonesia akhir Juni 2016 sebesar US$ 323,8 miliar, atau naik 6,2% year on year (YoY). Sementara itu, pada kuartal kedua tahun ini, total ekspor (barang, jasa, pendapatan, dan transfer) sebesar US$ 176,13 miliar, turun dari kuartal sebelumnya yang sebesar US$ 179,26 miliar.

Melambatnya ekspor tersebut menyebabkan rasio pinjaman terhadap penerimaan ekspor atau debt to service ratio (DSR) Indonesia juga kian meningkat. Pada kuartal kedua 2016, DSR Indonesia (tier-1) mencapai 35,07%, naik dari kuartal sebelumnya yang sebesar 33,11%.

Ekonomi era Presiden Jokowi-Wapes JK memasuki zona lampu merah. Pasalnya, RAPBN 2017 akan memiliki nilai Rp 2.070,5 triliun dan penerimaannya adalah Rp 1.737,6 triliun. Akan ada defisit Rp 332,8 triliun atau 2,41% dari PDB. Apa yang terjadi? Presiden RI ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mendesak pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengembalikan tingkat pertumbuhan ekonomi Indonesia ke angka 6%. Pasalnya, jika pertumbuhan tidak dikembalikan ke angka tersebut , maka akan berimplikasi luas.

Sejauh ini pula, utang Indonesia era Jokowi-JK selalu mengalami peningkatan setiap tahunnya. Bahkan, hingga Juli 2016, utang Indonesia telah mencapai Rp3.359,82 triliun. Laporan Bank Indonesia (BI) menyebut, posisi ULN Indonesia akhir Juni 2016 sebesar US$ 323,8 miliar, atau naik 6,2% year on year (YoY). Sementara itu, pada kuartal kedua tahun ini, total ekspor (barang, jasa, pendapatan, dan transfer) sebesar US$ 176,13 miliar, turun dari kuartal sebelumnya yang sebesar US$ 179,26 miliar.

Melambatnya ekspor tersebut menyebabkan rasio pinjaman terhadap penerimaan ekspor atau debt to service ratio (DSR) Indonesia juga kian meningkat. Pada kuartal kedua 2016, DSR Indonesia (tier-1) mencapai 35,07%, naik dari kuartal sebelumnya yang sebesar 33,11%.

DSR merupakan indikator kemampuan sebuah negara dalam melunasi utang. Semakin besar angka DSR maka kemampuan negara tersebut dalam melunasi utang semakin melemah. Adapun batas aman DSR menurut International Monetary Fund (IMF) yaitu sebesar 45%.

Penumpukan utang RI di tengah lesunya ekspor membuat kemampuan bayar Indonesia melemah. Bank Indonesia (BI) mencatat, jika dibandingkan dengan penerimaan perdagangan mancanegara, debt to service ratio (DSR) atau rasio utang meningkat. Hal tersebut mencerminkan penurunan kredibilitas kekuatan pembayaran pinjaman.

Kebutuhan utang luar negeri (ULN) Indonesia yang semakin meningkat tak dibarengi dengan kemampuan melunasinya. Seiring ekspor yang belum juga terdongkrak, kemampuan Indonesia untuk membayar utang-utang pun menjadi semakin lemah. Neraca keseimbangan primer atau kemampuan pemerintah membayar utang di Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Perubahan 2015 dan APBN 2016 kembali mencatatkan defisit.

Dalam kaitan ini, Menteri Keuangan, Sri Mulyani, mengakui kondisi Rancangan APBN (RAPBN) 2017 tidak sehat. Ini karena adanya defisit keseimbangan primer senilai Rp 111,4 triliun.

Keseimbangan primer adalah total penerimaan dikurangi belanja negara tanpa pembayaran bunga utang. Sri Mulyani mengatakan, bila keseimbangan primer ini defisit, itu berarti pemerintah menarik utang baru untuk membayar bunga utang.

"Keseimbangan primer yang negatif artinya pemerintah telah pada titik di mana kita meminjam untuk melakukan pembayaran interest rate. Jadi sebetulnya itu merupakan indikator bahwa kita meminjam bukan untuk investasi, tapi meminjam untuk keperluan men-service utang masa lalu," kata Sri Mulyani .

Kini banyak negara berupaya agar defisit keseimbangan primernya berkurang mendekati nol atau bahkan positif. Sehingga, APBN tidak menjadi predator atau tidak mampu melakukan ekspansi belanja lewat penerimaan sendiri.

Tak ada pilihan kecuali pemerintah Jokowi harus berhati-hati dalam pengelolaan RAPBN 2018. RAPBN ini kurang sehat, dan celakanya, Menkeu Sri Mulyani tidak mampu menerbitkan surat utang dengan bunga rendah seperti Amerika Serikat (AS) atau Jepang. Karena itu, pengelolaan APBN harus sangat berhati-hati dengan defisit primer yang terjadi. Kontraksi ekonomi ini akan memukul pembangunan sosial dan pemerataan di negeri ini.

Para analis tak ingin utang terus bertumpuk, lalu reformasi ekonomi, Nawacita dan Trisakti dibiarkan tinggal mimpi atau bahkan ambruk. Jangan sampai hal itu terjadi. Harus ada terobosan dari tim ekonomi Jokowi untuk mengatasi kompleksitas melemahnya ekonomi akhir-akhir ini. (inilah)

[http://news.moslemcommunity.net]
Banner iklan disini