Fahri Hamzah: Rakyat Korban Gempa Bukan Stuntman, Tidak Bisa Tergantikan oleh Wisatawan


Fahri Hamzah saat mengunjungi korban gempa Lombok. (Foto: Instagram/@fahrihamzah)

Moslemcommunity.net - Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Fahri Hamzah terus menyuarakan soal ditetapkannya gempa di Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB) sebagai bencana nasional.

Dilansir TribunWow.com, hal tersebut ia sampaikan melalui laman Twitter @fahrihamzah yang diunggah pada Selasa (21/8/2018).

Fahri Hamzah mengatakan apabila korban gempa bukanlah stuntman atau pemeran pengganti.

Menurutnya, para korban tidak butuh uang dari wisatawan, melainkan hak mereka dalam APBN.

Lebih lanjut, melalui pesan suara yang dibagikan oleh netter, Fahri Hamzah menyebutkan jika alasan pemerintah belum menetapkan status bencana nasional merupakan tindakan mempertahankan ego.

Pesan suara tersebut diretweet oleh Fahri.

Lebih lanjut, Fahri Hamzah tampak menanggapi sebuah video dari masyarakat yang mengeluhkan belum adanya bantuan dari pemerintah hingga 2 hari.

Dari video tersebut, tampak sejumlah warga melakukan blokade jalan.

Fahri Hamzah menuturkan jika kejadian tersebut ada di Sumbawa, yang merupakan tanah kelahirannya.

Diketahui, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyampaikan jika pihaknya sedang menyiapkan Instruksi Presiden (Inpres) terkait penanganan bencana gempa di Lombok.

Jokowi menegaskan jika Inpres itu akan digunakan sebagai payung hukum untuk penanganan bencana.

Menurut Jokowi, yang terpenting bukan soal status bencana melainkan pemberian dukungan penuh kepada pemerintah dan masyarakat Lombok.

"Ini baru disiapkan Inpres, yang paling penting, menurut saya bukan di tetapkan atau tidak ditetapkan (bencana nasional)," kata Jokowi, dikutip dari KompasTV, Senin (20/8/2018).

"Yang paling penting adalah penanganan langsung di lapangan, bahwa pemerintah pusat total memberikan dukungan penuh, bantuan penuh, baik kepada pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten. Dan juga yang paling penting adalah kepada masyarakat, intinya ke sana," imbuh Jokowi.

Sementara itu, diwartakan dari Kompas.com, Sekretaris Kabinet Pramono Anung mengatakan, penetapan status bencana nasional untuk peristiwa gempa bumi di Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB), justru akan merugikan Indonesia.

"Kalau dinyatakan bencana nasional, berarti bencana itu mencakup seluruh Republik Indonesia dan itu menjadikan berbagai negara mengeluarkan travel warning. Dampak dari itu luar biasa yang tidak diketahui publik. Jadi, kerugiannya lebih banyak," ujar Pramono saat dijumpai di Kompleks Istana Presiden, Senin (20/8/2018).

Oleh sebab itu, pemerintah memutuskan mengoptimalkan kinerja kementerian dalam hal penanganan dampak gempa bumi dengan Instruksi Presiden (Inpres) mengenai penanganan dampak bencana gempa bumi di NTB sebagai dasar hukumnya.

Dengan Inpres itu, lanjut Pramono, penanganannya akan sama seperti penanganan bencana nasional. Tapi, hanya fokus kepada wilayah yang terdampak gempa bumi saja.

"Inpres itu memberikan mandat ke Menteri PU-PR dan BNPB melakukan penanganan dan pelaksanaan di lapangan melibatkan TNI dan Polri," ujar Pramono.

Penerbitan Inpres pun diyakini akan memangkas banyak aturan sehingga penanganan akan jauh lebih cepat.

"Kalau Perpres, itu mesti masih ada turunannya lagi, harus buat peraturan menteri dan sebagainya. Terlalu lama. Kalau Inpres kan instruksi presiden kepada semua menteri dan jajaran. Jadi jauh lebih efektif," ujar Pramono.

Kebijakan yang sama pernah dilaksanakan pada saat gempa bumi mengguncang Pidie, Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.

Hingga Selasa (21/8/2018), Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat jumlah korban jiwa dalam bencana gempa bumi di Lombok, NTB, mencapai 515 orang dan korban luka-luka 7.145 orang.

Perkembangan terbaru penanganan korban gempa di Lombok juga terus berjalan. Salah satunya, sejumlah rumah akan dirobohkan oleh petugas karena dianggap berbahaya.

BNPB memperkirakan kerugian akibat gempa di Lombok mencapai Rp 7,7 triliun.

"BNPB memperkirakan perhitungan kerugiian dan kerusakan dari dampak gempa Lombok ini sampai hari ini Rp 7,7 triliun," kata Kepala Pusat Data dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho. (tribunnews)

[http://news.moslemcommunity.net]
Banner iklan disini