Belajar dari wanita-wanita mulia yang “meminang” laki-laki terlebih dahulu.

Ilustrasi
Satu kebingungan bagi kalangan muslimah adalah tentang bagaimana cara menemukan jodoh terbaik, menawarkan diri ke pihak laki-laki menjadi hal yang “tabu” di negeri ini, sehingga ketika ada muslimah yang ingin menikah maka lebih banyak yang “menunggu” ketimbang berusaha menawarkan diri dan “melamar” laki-laki. Seolah aktifitas melamar adalah kuasa laki-laki dan menjadi suatu yang aneh jika yang wanita duluan yang menawarkan dirinya.

Padahal jika ada wanita yang melakukan hal ini (menawarkan) diri kepada pihak laki-laki, maka ia termasuk muslimah yang meneladani wanita-wanita mulia. Setidaknya ada empat wanita mulia di surga, tercatat namanya oleh sejarah. Wanita-wanita mulia ini mereka memiliki kesamaan yaitu sama-sama menawarkan dirinya, pertama kali kepada calon suaminya.

Wanita pertama adalah Khadijah bin Khuwailid, kelak dari rahimnya yang suci, lahir salah seorang wanita utama lainnya, yaitu Fatimah Az-Zahra. Keduanya adalah orang yang paling dicintai oleh Rasulullah Muhammad SAW. Yang pertama adalah istri beliau, sedang yang kedua adalah ummu abiha (ibu yang melahirkan bapaknya). Begitulah Rasulullah menjulukinya.

Pernikahan antara Khadijah dengan Rasulullah adalah pernikahan yang indah dan penuh barokah. Pernikahan agung ini justru berawal dari inisiatif Khadijah. Ia mengusulkan pernikahan kepada Muhammad SAW, menurut riwayat dengan mahar yang berawal dari hartanya. Khadijah menolak menikah dengan para raja, bangsawan, dan hartawan yang meminangnya, tetapi ia lebih menyukai Muhammad yang miskin dan yatim. Ia mencari suami yang agung, kuat, berkepribadian tinggi dan berjiwa. Dan itu ada pada Muhammad. Ia terkesan dengan Muhammad.

Ketika hatinya tertarik betul oleh kepribadian dan akhlak Muhammad Saw, ia meminta Maisarah yang menjadi pembantunya, untuk memerhatikan gerak-gerik dan tingkah laku Muhammad dari dekat. Laporan dari Maisarah tentang apa yang dia lihat tentang diri Muhammad mendorong Khadijah menawarkan dirinya kepada beliau.

Khadijah mengungkapkan kepada Muhammad :

“Wahai Muhammad, aku senang kepadamu karena kekerabatanmu dengan aku, kemuliaanmu dan pengaruhmu ditengah-tengah kaummu, sifat amanahmu dimata mereka, kebagusan akhlakmu, dan kejujuran bicaramu.”

Setelah melalui proses peminangan yang agung, Khadijah kemudian menikah dengan Muhammad. Abu Thalib menyampaikan khutbah nikah, sementara pihak Khadijah diwakili oleh Waraqah bin Naufal dengan khutbah yang fasih dan memikat.

Sikap menawarkan diri menunjukkan ketinggian akhlak dan kesungguhan niat untuk mensucikan diri. Sikap ini lebih dekat kepada ridho Allah SWT, dan untuk mendapatkan pahala-NYA. Yakinlah Allah pasti akan mencatatnya sebagai kemuliaan dan mujahadah (perjuangan) suci. Tidak peduli tawarannya diterima atau di tolak.

Seorang laki-laki yang shaleh lagi taat, tentu akan memberikan penghormatan terhadap ikhtiar saudaranya. Laki-laki shaleh tentu tidak akan merendahkan wanita yang menjaga kehormatannya seperti ini dengan cara tidak menolak lamaran dari wanita taat tersebut. Jikalaupun lamaran dari wanita yang menawarkan dirinya ditolak oleh laki-laki, tentu tidak akan berkurang amal kebaikan, pahala dari ikhtiarnya untuk menjaga diri.

Rabi’ah binti Ismail Asy-Syamiyah adalah contoh lain dari wanita mulia yang juga menawarkan dirinya untuk dinikahi Ahmad Abu Al-Huwari, sebelumnya Rabi’ah telah menikah dengan seorang suami yang kaya. Sesudah kematiannya, ia memperoleh harta waris yang sangat besar. Ia kesulitan “membelanjakan” hartanya demi kepentingan Islam dan diberikan kepada yang membutuhkan. Ia melihat, Ahmad bin Abu Al-Huwari sebagai orang yang dapat menjalankan amanah. Sedang Rabi’ah sendiri seorang perempuan yang adil.

Rabi’ahpun meminang Syeikh Ahmad bin Abu Al-huwari agar berkenan memperistri dirinya. Ketika mendapatkan pinangan Rabi’ah, Syeikh Ahmad berkata : “Demi Allah, sesungguhnya aku tidak berminat lagi untuk menikah. Sebab aku ingin berkonsentrasi dalam beribadah.”

Rabi’ah menjawab :

“Syeikh Ahmad, sesungguhnya konsentrasiku dalam beribadah lebih tinggi dari dirimu. Aku sendiri sudah memutuskan keinginan untuk tidak menikah. Tetapi tujuanku menikah kali ini tidak lain agar dapat membelanjakan harta kekayaan yang kumiliki kepada saudara-saudara muslim, dan untuk kepentingan Islam sendiri. Aku pun mengerti bahwa kamu adalah orang yang shalih. Tetapi, justru dengan begitu aku memperoleh keridhoan dari Allah SWT”.

Ahmad bin abu Al-Huwairi tidak segera memberikan jawaban. Ia perlu mengkonsultasikan dulu dengan Abu Sulaiman Ad-Darani, gurunya. Memperoleh penjelasan dari Syeikh Ahmad, Ad-Darani berkata, “Baiklah, kalau begitu nikahilah dia. Karena perempuan itu adalah seorang wali”.

Bagi banyak muslimah masa kini, hal-hal seperti ini dianggap tabu, malu, tidak berani bahkan ada yang sampai beranggapan yang aneh-aneh jika ada seorang wanita yang terlebih dahulu menawarkan diri. Kami rasa dua kisah wanita mulia diatas lebih dari cukup sebagai cambuk motivasi bagi sahabat muslimah semua untuk menjadi lebih berani lagi tentunya, apalagi jika menawarkan diri kepada laki-laki yang sholeh, insyaAllah Allah akan catat sebagai amal kebaikan.

Menyampaikan secara langsung mungkin ada semacam rasa berat secara psikis bagi setiap muslimah dan ini menjadi kendala tersendiri. Jika menghadapi yang seperti ini bisa juga menyampaikannya melalui orang lain yang dapat dipercaya (tsiqah), terutama orang tua sendiri jika masih ada.

Silakan Copy Artikel yang ada di sini, tapi cantumkan sumbernya http://tolongshare.beritaislamterbaru.org

Banner iklan disini