Siswi Yatim Piatu Ini Dilarang UN Karena Nunggak SPP, Kartu Sakti dan Belajar Gratis itu Kemana?
Khairani, siswi SMK Muhammadiyah Batam kebingungan. Dia terancam tidak dapat ikut ujian nasional (UN) karena dilarang pihak sekolah. Penyebabnya, pelajar yatim piatu itu masihlah menunggak pembayaran SPP.
Terkecuali menunggak sumbangan penyelenggaraan pendidikan (SPP), Khairani juga belum membayar biaya pemantapan UN. Hingga keseluruhan tunggakan yang perlu dibayar sejumlah Rp 4 juta.
Bila tunggakan itu tidak dilunasi, jadi Khairani tidak diizinkan ikut UN di sekolahnya. " Sekolah memperbolehkan ikut UN asal ada kepastian kapan tunggakan itu dibayar, " kata Khairani ditulis Batam Pos (Jawa Pos Group), Jumat (1 April 2016).
Bersama neneknya Siti Aisyah, 78, pelajar jurusan Teknik Komunikasi Jaringan (TKJ) ini sesungguhnya telah berusaha keras untuk melunasi tunggakan itu. Keduanya telah pontang-panting mencari pinjaman.
Tekat Khairani hanya satu, ia harus ikut UN tahun ini. Tetapi sayang, mereka cuma dapat menghimpun duit sebesar Rp 500 ribu dari pinjam sana-sini.
Anak asuh Lembaga Amil Zakat (LAZ) Masjid Raya Batam ini dapat telah mengadu ke pengurus LAZ Batam.
Tetapi pihak LAZ Masjid Raya tidak dapat menolong Khairani melunasi semuanya tunggakannya itu. " Tuturnya kas LAZ lagi kosong, " kata remaja yang mengakui belum pernah lihat wajah ayah kandungnya itu.
Oleh LAZ Masjid Raya, Khairani diarahkan supaya menyampaikan masalah ini ke DPRD Batam. Ditemani tetangganya, Endang, (1 April 2016) Khairani mendatangi Komisi IV DPRD Batam.
Dia menceritakan, sikap tidak adil pihak sekolah ini bukanlah yang pertama kalinya ia peroleh. Terlebih dulu, dia sering memperoleh perlakuan tidak mengasyikkan dari pihak sekolah dan guru bila ia telat membayar SPP.
Kata Khairani, sampai kini SPP-nya dijamin LAZ Masjid Raya Batam. Tetapi bila LAZ telat membayar atau mentransfer uang SPP ke sekolah, dia di panggil oleh gurunya dan dipermalukan di depan sebagian temannya.
" Ini pelajar yang belum membayar SPP, " kata Khairani menirukan perkataan gurunya, disuatu saat.
Tidak cuma itu, saat ikut ujian semester, seorang guru juga merampas lembar soal
Khairani. Guru itu melarangnya ikut ujian semester karena Khairani belum membayar SPP.
" Banyak juga (siswa) yang seperti saya, dipermalukan. Mereka
sangat terpaksa pulang, " ujar siswi yang bercita-cita ingin kuliah ini.
Karena perlakuan ini, semangat belajar Khairani menurun. Nilai akademisnya selalu turun. Walau sebenarnya, mulai sejak SMP, dia selalu langganan juara kelas. Dia tidak pernah terlepas dari predikat juara satu atau dua.
" Saat ini sepuluh besar saja, " katanya.
Khairani juga bercerita, perlakuan diskriminatif pihak sekolah ini pernah dia rasakan sejak menjadi siswi SMPN 44. Bahkan juga hingga sekarang ini pihak SMPN 44 masihlah menahan ijazahnya karena Khairani masihlah mempunyai beberapa tunggakan biaya sekolah. Totalnya sekitar Rp 18 juta.
" Katanya gratis, cocok ingin ambillah ijazah harus bayar Rp 18 juta, " tutur wanita yang ditinggal mati ibunya saat masihlah SD ini.
Menanggapi aduan ini, Wakil Ketua Komisi IV DPRD Kota Batam, Muhammad Yunus, memohon Dinas Pendidikan (Disdik) Kota Batam segera turun tangan. Dia juga memohon Disdik Kota Batam memberi sanksi pada sekolah yang semena-mena itu.
" Bila perlu izinnya dicabut. Ada bantuan dari pemerintah, saat menolong orang miskin tidak dapat, " katanya.
Tetapi, pihak Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Muhammadyah Batam di Batuaji membantah Khairani dilarang ikut UN karena menunggak SPP. Pihak sekolah menilainya langkah Khairani yang menyampaikan permasalahan ini ke DPRD Batam adalah aksi yang berlebihan.
Wakil Kesiswaan SMK Muhammadiyah Batam, Agus, membetulkan bila Khairani memiliki tunggakan senilai Rp 4. 110. 000. Tunggakan itu terbagi dalam uang SPP mulai September 2015 sebanyak Rp 2. 445. 000 dan sisanya yaitu tunggakan administrasi sekolah.
Akan tetapi, Agus menyatakan pihak sekolah sekalipun tidak keluarkan larangan pada Khairani tidak untuk ikuti UN tahun ini. " Itu tidak benar. Bila lah kami ingin (melarang UN) telah dari dahulu saat ujian semester atau ujian akhir sekolah (UAS), " kata Agus, Jumat (1 April 2016).
Agus mengaku, sampai kini pihak sekolah telah berulang-kali keluarkan peringatan pada Khairani supaya segera melunasi tunggakan itu. Tetapi Agus kembali menegaskan, peringatan itu bukanlah berarti larangan ikut UN.
Menurut Agus, peringatan pihak sekolah itu dinilai masih wajar. Sebab mulai sejak September 2015, Khairani belum membayar SPP. Bahkan juga Khairani dinilai tidak punya niat baik untuk membayarnya.
" Ya itu wajarlah, dimanapun sekolahnya bila dicuekin sama sekali begitu pasti ada warning-nya, " kata Agus.