Tak Punya Empati! Wartawan Ini Tersenyum Bersama Pembantai Umat Islam

Beredarnya foto delegasi beberapa wartawan sejumlah media massa Indonesia yang melakukan pertemuan dengan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu di Israel terus mendapatkan kecaman dari berbagai pihak, salah satunya dari Juru Bicara Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) Muhammad Ismail Yusanto.

“Foto semacam itu jelas sama sekali tidak mempunyai empati terhadap Palestina khususnya di Jalur Gaza!” tegasnya kepada mediaumat.com, Jum’at (1/4) melalui telepon selular.
Menurut Ismail, melihat foto tersebut sangat mengenaskan.

“Saya tidak tahu apakah yang berfoto dengan Benjamin Netanyahu itu masih bisa tersenyum seperti itu? Bila dia tahu bahwa Benyamin itu membunuh anaknya, membunuh istrinya, membunuh keluarganya, menghancurkan rumahnya, menghancurkan desanya, menghancurkan kotanya, menghancurkan negaranya. Ini kan sebenarnya soal bagaimana kita memiliki sikap empati terhadap penderitaan orang lain,” keluhnya.

Ismail menepis pertemuan tersebut bagian dari kerja jurnalistik. “Ini bukan liputan, tetapi ini pertemuan. Siapa bertemu siapa itu juga sudah sangat jelas. Ini pasti ada misi, baik misi dari sini (lembaga pers yang mengutusnya) maupun dari sana (Israel), mereka datang kan sebagai delegasi,” ujarnya.

Selain tidak adanya empati, diunggahnya foto tersebut oleh situs Israel menurut Ismail mengungkapkan dua hal lainnya.

Pertama, ini merupakan penegasan yang kesekian kali, sebagian pers Indonesia itu cenderung semakin liberal, pragmatis dan berstandar ganda. Satu sisi mereka begitu getol bicara tentang pelanggaran HAM, mengutuk terorisme, menyerukan perdamaian, menyerukan adanya hukuman yang setimpal untuk para pelaku teroris. Tetapi di sisi lain, mereka dengan ringannya bertemu orang yang justru melakukan semua yang mereka kutuk.

“Bicara HAM, negara mana yang sekarang paling banyak melanggar HAM? Israel. Siapa pemimpin Israel? Benjamin Netanyahu. Kalau mereka menyerukan bahwa pelaku teroris itu harus dihukum keras, ya di antaranya adalah orang yang sedang berdampingan itu. Standar ganda itu bisa mereka lakukan, karena pragmatisme itu. Mengapa bisa pragmatis, ya karena mereka memang liberal. Semakin liberal ya semakin pragmatis,” bebernya.

Kedua, jelas ini bagian dari propaganda Israel. Israel kan tahu Indonesia adalah negeri mayoritas Muslim yang besar, yang tentu suaranya sangat berpengaruh. Sampai sekarang, Indonesia masih mendukung kemerdekaan Palestina. Sampai sekarang juga, Indonesia tidak mau membuka hubungan diplomatik dengan Israel.

“Melalui beberapa jurnalis itu, Israel berharap ada perubahan, apalagi di era presiden yang sekarang ini yang memang cenderung lebih liberal,” pungkasnya.[mediaumat] Joko Prasetyo

Banner iklan disini