8 Tahun Tempuh 260 Km Samarinda-Bontang Tiap Hari, Tak Pernah Telat Kerja, Rachmat Jadi PNS Teladan

8 Tahun Tempuh 260 Km Samarinda-Bontang Tiap Hari

Delapan tahun pergi kerja kendarai motor menempuh jarak 260 kilometer (km). Rute Samarinda-Bontang-Samarinda, itu nyatanya tidak menjadikan Rahmat sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN) yang sering telat ngantor. Sebaliknya, disiplin dan dedikasi membuat Rachmat dikenal sebagai sosok tepat waktu.

Pretty, BONTANG

Jadi ASN atau Pegawai Negeri Sipil (PNS) Pemkot Bontang, Rachmat mendapat penghargaan pegawai teladan pada medio 2011 silam. Penghargaan itu tidak serta merta tersemat begitu saja. Pengabdian dan dedikasi dia berikan. Bapak tiga anak ini sudah 31 tahun jadi abdi daerah, ditempatkan sebagai Kasubbag Ekonomi Bidang Sosial Ekonomi di Sekretariat Daerah Bontang.

Usut punya usut, hari kerja Senin sampai Jumat Rachmat harus pulang pergi (PP) Samarinda-Bontang-Samarinda, menempuh jarak 260 km. Dia mengendarai motor kesayangannya Yamaha Zupiter Z plat KT 2094 D ke Kota Taman pukul 05.30 Wita.

Jam kerja selesai antara pukul 16.00 atau pukul 17.00 Wita, Rachmat siap mengebut kencang motornya, untuk pulang ke rumah di Griya Mukti Sejahtera Blok X No 14, Samarinda. Kecepatan motor roda dua dia kebut minimal 80 km/jam, melintasi lekukan jalanan dan berderu dengan debu di aspal Samarinda-Bontang.

“Pokoknya kalau tidak macet jalanan, saya sampai sini (Setda Bontang, red.) jam setengah delapan kurang. Sampai rumah tergantung keadaan, kadang sesudah magrib, sebelum magrib, atau pas magrib,” tutur dia saat diwawancarai media ini di ruang kerjanya belum lama ini.

Risiko celaka tentu ada. Apalagi, sepeda motor kecil Rachmat juga beradu dengan aneka kendaraan lain di jalan. Paling ganas truk besar dengan suara klakson, sorotan lampu kuning atau bunyi mesin yang mengerem, yang seolah menakut-nakuti Rachmat.

“Alhamdulillah sudah delapan tahun PP begini. Capak? Tidak, karena sudah terbiasa. Saya pulang juga bukan langsung tidur, kadang mencuci motor,” aku dia.

Perjalanan 260 km itu justru membuat Rachmat dekat dengan Allah SWT. Karena, sepanjang lintasan itu, dia panjatkan lantang puji-pujian sebagai ungkapan rasa syukur. “Zikir batin sudah, zikir nyata saya ucapkan tidak pernah putus, dan kadang saya ucapkan sambil menangis, bukan karena sedih, tapi karena mengingat Allah,” ujar dia.

Rachmat enggan mengendarai kuda besi roda empat, hal itu dia rasa menambah biaya ongkos bulanan, dan membuatnya tidak bisa menyalip. “Kalau mobil malahan memakan waktu perjalanan 2,5 jam atau 3 jam minimal,” tukas dia.

Rachmat tidak pernah menggerutu atau mengasihani nasibnya harus kerja menaiki sepeda motor Samarinda-Bontang-Samarinda. Jarak 260 km itu membuat Rachmat mempraktikan rasa kemanusiaan yang dia punyai. Maklum, dia pernah ditempatkan di bidang sosial Pemkot Bontang, semangat tolong itu sampai kini masih kental.

“Saya malah kasihan dan menangis kalau melihat orang boncengan bersama anak-anaknya,” aku pria yang dua kali mendapat predikat pegawai teladan itu.

Ya, jika ada pengendara nyasar tangan dinginnya segera turun memberi bantuan. Berupa klakson lalu menuntun menggunakan isyarat lampu sein. Tak jarang Rachmat mencarikan bantuan bagi pengendara mengalami lakalantas.

“Kebetulan dari arah Samarinda, awalnya dia melaju dan menyalip saya, ternyata di tikungan dia jatuh. Saya pun turun dan menolongnya,” papar dia menceritakan salah satu orang yang pernah dia tolong medio 2003 silam.

Kata Rachmat, iba dengan si pengendara yang kecelakaan itu, tidak ada pengendara yang melintas mau menolongnya. Bahkan, dia mendapati tiga pegawai Pemkot Bontang melintas, justru tidak berhenti untuk membantu menolong.

“Salah satu pegawai itu sudah meninggal. Tapi sebelumnya, saat kejadian itu langsung ke ruangan saya dan mengatakan permintaan maaf karena tidak bisa menolong,” cerita dia.

Ya, sibuk dikejar waktu menjadi alasan yang diutarakan seorang pegawai Pemkot kala itu. Waktu itu, ia masih bertugas di bagian sosial tahun 2003. “Saya sendiri tidak masalah. Tapi dalam hati saya berkata; saya juga sibuk mengejar untuk sampai ke sini (Bontang, Red.) tapi tetap mau menolong orang sekarat,” imbuh dia.

Kecelakaan berkendara juga pernah Rachmat alami. Terparah sampai mendapat delapan jahitan di bibir, tapi dia tak kapok. Bapak tiga anak ini justru sedikit lega, soalnya kecelakaan yang pernah dia alami itu sepulang bekerja pada hari Jumat. Maksud hati menghindari lubang, dia justru celaka.

“Tidak ada yang menolong. Awalnya usaha sendiri dan berusaha tetap naik motor saya yang rusak. Kemudian bertemu Almarhum Aziz Pahrani atasan saya waktu itu dan Roni teman sekantor, mereka berdua lalu menolong saya” cerita dia.

Rachmat menjuluki dirinya ‘raja duduk’. Soalnya dia kuat duduk dan mengerjakan tugas kantor. Dia mengaku tidak pernah ke luar kantor saat jam kerja, kecuali ada rapat dengan SKPD terkait atau ada tugas diemban di luar kantor. Sesekali, dingin suhu AC ruangan juga membuatnya berpindah ke ruang lain yang lebih hangat. [bontang.prokal.co]

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel

Banner iklan disini