Ekspor Minyak Sawit Kurang Gairah di Bulan Ramadan

ilustrasi. (Foto: Istimewa)

Moslemcommunity.net - Momentum Ramadan kali ini, belum memberi efek positif bagi bisnis minyak sawit. Lantaran permintaan global yang biasanya melompat, justru sebaliknya. Nyungsep.

Pada Ramadan ini, menurut Danang Giriwardana, Direktur Eksekutif Gabungan Industri Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI), mengatakan, kenaikan ekspor minyak sawit hanya terjadi di negara-negara yang mayoritas penduduknya muslim, seperti Bangladesh, Timur Tengah dan Pakistan.

Sementara ekspor ke negara-negara barat, lanjut Danang, malah merosot. "Pada April 2018, negara-negara tujuan utama mengalami penurunan impor minyak sawit dari Indonesia, khususnya China, India, Uni Eropa dan Amerika Serikat (AS)," papar Danang di Jakarta, (30/5/2018).

Di mana, volume ekspor minyak sawit total termasuk biodiesel, oleofood dan oleochemical turun 5%, atau dari setara 2,53 juta ton. Secara year on year (yoy), total ekspor periode Januari-April 2018, mencapai 10,24 juta ton, atau turun 4% dibandingkan periode 2017 sebesar 10,70 juta ton.

Sedangkan nilai ekspor periode itu mencapai US$7,04 miliar, atau turun 13% dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar US$8,06 miliar.

Sepanjang 2018, lanjut Danang, China membukukan penurunan impor minyak sawit sebesar 38%, atau dari 379,98 ribu ton (Maret 2018) menjadi 234,42 ribu ton (April 2018). Penurunan impor Negeri Tirai Bambu ini, lantaran para traders sedang menunggu regulasi baru terkait pajak impor minyak nabati.

Dikabarkan, mulai 1 Mei ini, pemerintah China menurunkan tarif impor minyak nabati dari 11% menjadi 10%. Selain itu China juga telah memberlakukan pengetatan pengawasan atas impor minyak nabati.

"Kenaikan ekspor justru terjadi di negara-negara yang mayoritas Muslim, yaitu Bangladesh, Negara Timur Tengah dan Pakistan. Bangladesh membukukan kenaikan impor sebesar 222% atau dari 64,57 ribu ton di Maret naik ke 208,10 ribu ton di April 2018 ini," papar Danang.

Pada April ini, lanjutnya, merupakan rekor pertama Bangladesh dengan impor minyak sawit di atas 200 ribu ton. Secara tahunan (yoy), periode Januari-April 2018, Bangladesh menorehkan kenaikan impor yang signifikan, yaitu sebesar 66%. Atau dari 358,87 ribu ton periode Januari-April 2018, menjadi 595,09 ribu ton pada periode yang sama di 2018.

Kenaikan impor, menurut Danang, juga diikuti Negara-negara di Timur Tengah, yaitu sebesar 39%, dari 146,84 ribu ton (Maret 2018) menjadu menjadi 204,21 ribu ton (April 2018). "Sementara Pakistan membukukan kenaikan impor sebesar 0,23% atau dari 162,93 ribu ton di Maret naik menjadi 163,30 ribu ton di April 2018," kata Danang.

Kenaikan impor Bangladesh ini, memanfaatkan kebijakan tarif impor tinggi yang diberlakukan oleh India, sehingga industri-industri olahan di Bangladesh mendapatkan keuntungan besar. Impor Bangladesh bisa juga dipengaruhi keberhasilan dari misi dagang Kementerian Perdagangan RI bersama Asosiasi Sawit pada Maret 2018.

"Ini fenomena yang tidak lazim, karena biasanya menjelang Ramadhan permintaan minyak sawit di India meningkat, tetapi tidak di kuartal pertama 2018 ini. Mungkin akibat pemberlakukan tarif impor tinggi oleh India. Ekspor minyak sawit Indonesia ke India tergerus sejak Maret 2018," ungkap Danang.

Pada April ini, ekspor minyak sawit Indonesia ke India tergerus 15%, dari 408,65 ribu ton (Maret 2018) menjadi 346,28 ribu ton. Secara yoy, caturwulan pertama ekspor ke India tergerus 24%. Ekspor ke India tercatat berkurang 570,89 ribu ton atau dari 2,37 juta ton Januari-April 2017 menurun 1,80 juta ton periode yang sama 2018.

Sementara Uni Eropa, kata Danang, membukukan penurunan impor sebanyak 17% atau dari 461,24 ribu ton di Maret melorot menjadi 385,10 ribu ton pada April. Penurunan impor minyak sawit oleh Uni Eropa dipengaruhi oleh stok minyak rapeseed mereka dan berbagai aksi kampanye negatif terhadap minyak sawit.

Impor minyak sawit Uni Eropa di caturwulan pertama 2018 telah tergerus 312,19 ribu ton atau sekitar 16% dibandingkan periode yang sama 2017, dari 1,90 juta ton turun menjadi 1,59 juta ton.

Ekspor minyak sawit Indonesia ke Amerika serikat pada April ini mencatatkan volume 62,16 ribu ton atau turun 42% dibandingkan Maret lalu yang mencapai 106,57 ribu ton. Menurunnya impor Negeri Paman Sam ini, diduga karena persediaan minyak kedelai yang tinggi. Dampak dari retaliasi China terhadap AS yang menerapkan pajak tinggi terhadap produk-produk impor asal China. Selanjutnya, China membalas dengan tarif tinggi terhadap impor kedelai dari AS.

"Kalau melihat sisi harga, sepanjang April 2018 harga CPO global bergerak di kisaran US$640-US$680 per metrik ton dengan harga rata-rata US$ 662,2 per metrik ton," kata Danang.

Harga rata-rata April menurun US$14 dibandingkan harga rata-rata pada Maret lalu US$ 676,2 per metrik ton. Kecenderungan yang unik di bulan Maret dan April 2018 ini, bisa dianalisa adanya beberapa hambatan dagang terhadap minyak sawit, baik secara tarif barrier ataupun non tarif. (inilah)

[http://news.moslemcommunity.net]
Banner iklan disini