Tembus Rp14.000/US$. BI: Masih Normal
Pegawai bank. (foto: gajipegawaibank)
Moslemcommunity.net - Bank Indonesia (BI) menilai wajar meski pergerakkan kurs rupiah pada Senin (7/5/2018), sempat menyentuh batas psikologis Rp14.000/US$.
Deputi Gubernur BI, Dody Budi Waluyo mengatakan, level depresiasi rupiah pada Senin mencapai 0,40%. Tingkat depresiasi ini lebih baik ketimbang Rupee (India), Zaar (Afrika Selatan), Rubel (Rusia) ataupun Lira (Turki).
"Secara perlahan harus dijelaskan bahwa rupiah masih wajar, dan sama dengan perkembangan mata uang regional, dan tidak pada level nominal yang kebetulan sudah menembus batas psikologis Rp14.000," kata Dody.
Dody menjelaskan, penyebab pelemahan rupiah lebih karena kembali menguatnya tekanan mata uang greenback, atau dolar AS ke seluruh mata uang di negara-negara kawasan. "Tekanan dari eksternal AS masih dominan mempengaruhi pelemahan di banyak mata uang negara maju dan berkembang," ujar Dody.
Apakah dalamnya depresiasi rupiah juga dipicu rendahnya pertumbuhan ekonomi Indonesia kuartal I-2018 yang baru saja dirilis BPS? Dody tidak membantahnya. "Tapi penilaian BI terhadap pertumbuhan ekonomi masih baik dan akan mencapai rentang 5,1-5,5 persen di akhir 2018," ujar Dody.
Pada perdagagan Senin pagi, rupiah depresiatif. Sentimen menguatnya ekonomi AS timbul, menyusul membaiknya data ekonomi AS, seperti tingkat pengangguran yang turun menjadi 3,9%. Ditambah "Non-Farm Payrolls" (NFP) AS selama April naik 164 ribu.
Di pasar spot, kurs dolar AS terhadap rupiah sore ini menembus level psikologis Rp14.000. Dolar AS merangkak naik dari level sebelumnya yang diperdagangkan Rp 13.995.
Mata uang Garuda kemudian berangsur menguat. Rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta, Senin sore, bergerak di Rp13.973.
Sementara itu, dalam kurs tengah Bank Indonesia (BI) menunjukkan nilai tukar rupiah sebesar Rp13.956 per US$, melemah dibandingkan posisi sebelumnya Rp13.943 per US$. (inilah)
[http://news.moslemcommunity.net]
Moslemcommunity.net - Bank Indonesia (BI) menilai wajar meski pergerakkan kurs rupiah pada Senin (7/5/2018), sempat menyentuh batas psikologis Rp14.000/US$.
Deputi Gubernur BI, Dody Budi Waluyo mengatakan, level depresiasi rupiah pada Senin mencapai 0,40%. Tingkat depresiasi ini lebih baik ketimbang Rupee (India), Zaar (Afrika Selatan), Rubel (Rusia) ataupun Lira (Turki).
"Secara perlahan harus dijelaskan bahwa rupiah masih wajar, dan sama dengan perkembangan mata uang regional, dan tidak pada level nominal yang kebetulan sudah menembus batas psikologis Rp14.000," kata Dody.
Dody menjelaskan, penyebab pelemahan rupiah lebih karena kembali menguatnya tekanan mata uang greenback, atau dolar AS ke seluruh mata uang di negara-negara kawasan. "Tekanan dari eksternal AS masih dominan mempengaruhi pelemahan di banyak mata uang negara maju dan berkembang," ujar Dody.
Apakah dalamnya depresiasi rupiah juga dipicu rendahnya pertumbuhan ekonomi Indonesia kuartal I-2018 yang baru saja dirilis BPS? Dody tidak membantahnya. "Tapi penilaian BI terhadap pertumbuhan ekonomi masih baik dan akan mencapai rentang 5,1-5,5 persen di akhir 2018," ujar Dody.
Pada perdagagan Senin pagi, rupiah depresiatif. Sentimen menguatnya ekonomi AS timbul, menyusul membaiknya data ekonomi AS, seperti tingkat pengangguran yang turun menjadi 3,9%. Ditambah "Non-Farm Payrolls" (NFP) AS selama April naik 164 ribu.
Di pasar spot, kurs dolar AS terhadap rupiah sore ini menembus level psikologis Rp14.000. Dolar AS merangkak naik dari level sebelumnya yang diperdagangkan Rp 13.995.
Mata uang Garuda kemudian berangsur menguat. Rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta, Senin sore, bergerak di Rp13.973.
Sementara itu, dalam kurs tengah Bank Indonesia (BI) menunjukkan nilai tukar rupiah sebesar Rp13.956 per US$, melemah dibandingkan posisi sebelumnya Rp13.943 per US$. (inilah)
[http://news.moslemcommunity.net]