KUTUKAN CHINA, BAHTERA NABI NUH, UUD 45 & KHILAFAH ?

KUTUKAN CHINA

Moslemcommunity - KUTUKAN CHINA, BAHTERA NABI NUH, UUD 45 & KHILAFAH ?

[Tulisan Tanggapan Untuk Haris Rusly Moti, berjudul 'Kutukan Suriah, Brexit dan UUD 1945 Sebagai "Bahtera" Non Fisik']

Oleh : Nasrudin Joha 


Pada medio di bulan Maret 2019, Haris Rusly Moti menulis ulasan menarik dalam artikelnya berjudul 'Kutukan Suriah, Brexit dan UUD 1945 Sebagai "Bahtera" Non Fisik'. Ide besar tulisan itu adalah membuat proteksi dini bagi bangsa, untuk melindungi kedaulatan negara dari ancaman kedaulatan asing (baca: penjajah).

Kasus Inggris yang keluar dari Uni Eropa (brexit), sesungguhnya menunjukan tingkat Kejeniusan (baca : kelicikan) Inggris membaca konstelasi global Eropa. Awalnya, Inggris yang paling rewel diajak berhimpun dalam komunitas Uni Eropa. Inggris, tak mau kehilangan romantisme sejarah sebagai negara adi kuasa, negara imperium Eropa pada masa lampau.

Inggris, akan merasa terhina menghimpunkan diri sebagai bagian dari Uni Eropa. Sebab, berhimpun menjadi bagian Uni Eropa berarti harus meleburkan sejarah dan kebanggaan Inggris, melebur menjadi 'Part Of' Uni Eropa.

Begitulah, Inggris membiarkan Uni Eropa merintis, bersusah payah membangun bahtera, sebagai sarana melindungi kepentingan anggotanya. Jerman dan Perancis, adalah dua negara yang menanggung beban paling besar untuk membangun dan memperkokoh eksistensi Uni Eropa.

Jerman begitu gigih memastikan mimpi Eropa Bersatu itu bisa menjadi kenyataan. Keraguan sejumlah negara di Eropa, akhirnya terkikis, perlahan Uni Eropa mampu wujud dan menampakan manfaat bagi anggotanya.

Uni Eropa mampu bekerja melalui gabungan sistem supranasional dan antarpemerintahan. Di beberapa bidang, keputusan-keputusan ditetapkan melalui musyawarah dan mufakat di antara negara-negara anggota, dan di bidang-bidang lainnya lembaga-lembaga organ yang bersifat supranasional menjalankan tanggung jawabnya tanpa perlu persetujuan anggota-anggotanya.

Uni Eropa juga membentuk sejumlah Lembaga organ penting seperti Komisi Eropa, Dewan Uni Eropa, Dewan Eropa, Mahkamah Eropa, dan Bank Sentral Eropa. Di samping itu, terdapat pula Parlemen Eropa yang anggota-anggotanya dipilih langsung oleh warga negara anggota.

Setelah melihat ada peluang banyak barang dan jasa Inggris bisa 'numpang' di Bahtera Uni Eropa, menumpang mengarungi lautan untuk menjajakan seluruh komoditi dan jasa milik Inggris ke sejumlah anggota Uni Eropa, Inggris baru merapat. Inggris, tidak menghimpunkan diri ke Uni Eropa, kecuali Inggris hanya ingin menikmati berbagai fasilitas dan layanan bisnis Uni Eropa yang telah diciptakan dan dirintis oleh Jerman dan Perancis.

Inggris juga tidak mengintegrasikan diri ke Uni Eropa, selain hanya mau Numpang kapal ini Eropa, agar dagangannya bisa ikut dijajakan di wilayah Uni Eropa tanpa pungutan. Inggris, adalah negara yang tetap mempertahankan poundsterling, menolak melebur dan mengintegrasikan sistem moneter secara penuh kepada Uni Eropa.

Rupanya, sejak awal bergabung di Uni Eropa, Inggris telah sadar suatu saat ada kemungkinan Inggris keluar dari kapal Uni Eropa. Karenanya, Inggris tak secara penuh memborong harta bendanya, terutama kedaulatan negaranya, untuk diintegrasikan dengan Uni Eropa.

Krisis Yunani, adalah awal petaka Uni Eropa. Krisis ini, telah mengekspor resesi keseluruh negara anggota ini Eropa. Inggris, tak mau ikut menanggung kerugian atas prahara yang menimpa Yunani.

Inggris akhirnya dengan berbagai dalih keluar dari Uni Eropa, meminjam legitimasi referendum rakyat. Langkah ini, disinyalir sebagai proteksi Inggris akibat dampak akut krisis ekonomi Uni Eropa yang dipicu oleh krisis Yunani.

Itulah kelicikan Inggris, saat bahtera Uni Eropa sedang oleng, semua negara Anggora sibuk menambal kapal untuk menyelamatkan bahtera, Inggris keluar dari kapal dengan sekoci 'refeendum Brexit' dan kemudian memisahkan diri dari Uni Eropa, kembali ke kapal Inggris dengan kedaulatan mandirinya.

Jerman termasuk yang paling enggan atas awal berhimpunnya Inggris dalam keanggotaan Uni Eropa, karena Jerman paham watak licik Inggris. Namun, Jerman tak mampu mengkonsolidasi anggota Uni Eropa lainnya untuk menolak Inggris.

Dan ketika Inggris keluar, mungkin Jerman sambil sesungutan mengeluh kepada anggota Uni Eropa lainnya, "lihatlah ! Inggris yang telah menumpang kapal kita, menikmati sejumlah fasilitas dan layanan, bahkan mendapat 'perlindungan kedaulatan dalam kapal bersama Uni Eropa', kini seenak hati meninggalkan kita, menikmati kerusakan yang berasal dari dampak krisis Yunani".

Konsekuensi integrasi Uni Eropa, selain mendistribusikan kemaslahatan, kemudahan, keterbukaan juga mengintegrasikan penyakit. Resesi Yunani tidak bisa dilokalisir, dampaknya memukul nilai Uero, iklim bisnis Uni Eropa, dan yang jelas mengekspor 'dampak hutang Yunani' keseluruh anggota Uni Eropa.


Eksodus Suriah, Libia, dan antisipasi serbuan China

Eropa tak mampu sepenuhnya mengisolir dampak negarif dari praktik 'kejumawaan' negara besar yang menjadikan timur tengah, khususnya Suriah sebagai ajang latihan tempur dan unjuk kekuatan. Kumulasi motif tumpah ruah dalam perang Suriah, dari motif ekonomi, ideologi, perang suci, perebutan daerah kunci untuk menguasai sejumlah wilayah, dan sebagainya.

Eksodus imigran Suriah dan Libia ke Eropa merupakan dampak 'dibakarnya' sarang tawon -meminjam istilah yang ditulis Haris-, sehingga komunitas sipil yang menjadi korban perang terpaksa mencari daerah baru untuk mempertahankan hidup. Eropa dan bahkan termasuk Australia, tak mampu menolak dampak negatif eksodus imigran gelap korban perang.

Akan halnya di Indonesia, dampak eksodus yang mengancam bukanlah dari korban perang. Namun, dampak industrialisasi dan ledakan penduduk China, yang memaksa Pemerintah China mencari jalan keluar untuk memberi pekerjaan dan memberi makan rakyatnya.

Peningkatan produksi adalah solusi untuk itu, namun peningkatan produksi perlu ditopang olah dua faktor : ketersediaan pasar dan ketersediaan bahan baku.

Atas alasan itulah, dan atas motifasi kejayaan sejarah jalur sutera China, Indonesia dijadikan negara solusi untuk persoalan China. Indonesia adalah pasar potensial untuk menjajakan produk lebih industri mereka yang sangat melimpah. Indonesia juga dijadikan tempat untuk menyediakan bahan baku untuk menopang mega proyek industrialisasi China.

Terakhir, Indonesia juga dijadikan sebagai tanah untuk 'mengekspor ledakan penduduk china' untuk dipekerjakan pada sejumlah Projek China di Indonesia, khususnya di bidang pertambahan dan konstruksi. Inilah, ancaman nyata China bagi Indonesia.

Seharusnya, Pemerintah membuat langkah antisipasi protektif atas ancaman nyata China ini. Namun, faktanya Pemerintah justru menggelar karpet merah untuk China, agar China bebas mengirim produk dan TKA China membanjiri indonesia, sekaligus memberi kebebasan China mengangkut SDA Indonesia sebagai bahan baku untuk menopang industri China.


Antisipasi dan solusi, kembali ke UUD 1945 atau khilafah ?

Langkah yang perlu ditempuh bangsa ini adalah perlu segera untuk membentuk tembok dan batasan, segera melakukan proteksi terhadap kedaulatan bangsa. Bangsa ini bukanlah Inggris yang menumpang pada Uni Eropa, tapi bisa mencontoh Inggris dalam upaya melindungi kedaulatannya dari dampak merusak krisis ekonomi Uni Eropa.

Ide besar 'membuat proteksi, dan memagari kedaulatan bangsa' itulah yang mendorong sejumlah kalangan anak bangsa mewacanakan ide 'kembali ke UUD 1945'. Sebab, pasca amandemen konstitusi kita menjadi sangat terbuka, sangat liberal, yang hal itu membuat banyak kepentingan bangsa asing masuk dan menjajah negeri ini.

Secara sederhana, Ide kembali ke UUD 1945 yang asli, maknanya adalah kita kembali ke rumah asli, mengunci semua pintu dan jendela agar tak ada satupun kepentingan asing dan aseng, yang merongrong kedaulatan bangsa. Model proteksi yang diambil adalah dengan kembali ke belakang, mundur, dan menghilangkan unsur 'asing dan aseng' yang terlalu banyak ikut campur mengatur negeri ini.

Namun, penulis ragu dengan jalan ini. Proteksi model ini, selain tidak menjamin dapat mensterilkan pengaruh asing dan aseng yang sudah sangat menggurita di negeri ini, juga tidak mungkin bisa berempati terhadap nasib dan masa depan umat manusia, yang telah dirusak oleh kekejian kapitalisme global.

Kembali ke UUD 1945 juga menjadikan bangsa akan ke belakang  dan 'terbelakang' dalam menafsirkan sejumlah pasal-pasal konstitusi terbatas untuk menyelesaikan sejumlah problem kekinian yang akut, yang pada saat UUD 1945 yang asli disusun belum terjadi.

Ide itu, secara teori dan historis juga belum bisa dibuktikan dapat menjamin proteksi kedaulatan bangsa, lepas dari pengaruh asing, khususnya pengaruh China dan Amerika yang begitu menggurita, mencengkram di negeri ini.

Karena itu, penulis justru tertarik untuk mengajak segenap elemen anak bangsa untuk mendiskusikan ide konstitusi khilafah, dimana ide ini diadopsi dari Alquran dan As Sunnah. Konstitusi yang berbasis pada kedaulatan syariah, akan mampu memproteksi negara dari pengaruh ideologi ideologi asing baik kapitalisme maupun sosialisme, termasuk mencegah intervensi negara pengembannya, baik Amerika maupun China.

Rongrongan Amerika dan China masuk dan menyetir kekuasan bernegara di negeri ini karena negeri ini mengadopsi sistem demokrasi kedaulatan rakyat yang terbuka, dimana sistem ini adalah produk politik dari ideologi kapitalisme Sekulerisme. Negara, menjadi tunduk pada kedaulatan rakyat yang pada faktanya adalah kedaulatan kapital.

Amerika dan China sangat mudah mengintervensi negeri ini dengan kekuatan kapitalnya, karena Demokrasi membuka jalan bagi kekuatan kapital untuk menguasai kekuasan dan pemerintahan. Karena itu, mustahil mampu memproteksi bangsa ini jika sistem politik yang diterapkan masih sistem demokrasi.

Adapun konstitusi khilafah, telah menempatkan kedaulatan ditahan syara'. Hukum Allah SWT yang berdaulat untuk memerintah dan melarang, sehingga proteksi yang dikakukan negara adalah proteksi yang memiliki imunitas total dari berbagai intervensi termasuk intervensi kapital. Dengan proteksi ini, kapitalisme barat Amerika maupun kapitalisme timur China, tak akan mampu lagi mengintervensi apalagi turut menjadi penguasa di negeri ini.

Konstitusi khilafah ibarat 'bahtera nabi Nuh', negara ini akan kuat dan mampu menyelamatkan rakyat negeri ini, juga kaum muslimin seluruhnya. Bahtera khilafah inilah, yang akan mengemban misi Islam ke seluruh penjuru alam, yang akan memproteksi setiap jengkal tanah kaum muslimin, yang akan menjaga darah dan jiwa-jiwa umat dan bangsa.

Tidakkah, kita sebagai umat muslim di negeri ini, menjadi umat terbaik dengan menegakan konstitusi khilafah ? Tegaknya khilafah, akan mengembalikan kaum muslimin yang saat ini tercerai berai dalam perpecahan nasionalisme negara bangsa, yang terusir dari negerinya dan terpaksa 'ngenger' ke berbagai pelosok penjuru bumi. Khilafah, adalah tempat dimana manusia akan kembali kepada jatidirinya, yang mengemban misi sebagai Khalifah dimuka bumi.

Khilafah secara norma maupun historis, telah terbukti secara empiris mampu membebaskan setiap umat manusia dari penghambaan kepada makhluk menuju menghamba hanya kepada Allah SWT semata . [].

Posting Komentar untuk "KUTUKAN CHINA, BAHTERA NABI NUH, UUD 45 & KHILAFAH ?"

Banner iklan disini