Kyai-Kyai NU Rekomendasikan Koruptor Dihukum Mati, Bagaimana Nasib Nahrawi dan Romi?

Romi dan Imam Nahrawi

Moslemcommunity - Kiai-kiai dan nyai NU mengadakan pertemuan di Yogyakarta dari tanggal 27 sampai 29 Juli. Hasil pertemuan tersebut merekomendasikan beberapa hal berkaitan dengan pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi dan tindak pidana pencucian uang.


Rekomendasi itu dengan dasar pemikiran selain diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku, tindak pidana korupsi juga mencakup kejahatan yang berkaitan dengan harta benda (al-Jarimah al Maliyah) seperti: Ghulul (penggelapan); Risywah (penyuapan); Sariqah (pencurian); Ghashb (penguasaan ilegal); Nahb (penjarahan/perampasan); Khianat (penyalahgunaan wewenang); Akl al-Suht (memakan harta haram); Hirabah (perampokan/perompakan); dan Ghasl al Amwal al Muharromah (mengaburkan asal usul harta yang haram).

Selain diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku, tindak pidana pencucian uang juga mencakup semua proses mengaburkan identitas atau asal usul harta kekayaan yang diperoleh secara ilegal atau haram sehingga harta kekayaan tersebut tampak berasal dari sumber yang sah.

Tindak pidana korupsi adalah kejahatan luar biasa terhadap kemanusiaan dengan alasan: sumber-sumber ajaran Islam yang disepakati (Al-Quran, Al-Hadits, Al-[jma’  dan Al-Qiyas) mengharamkan tindak pidana tersebut; menimbulkan dampak buruk yang luar biasa dan berjangka panjang.

Dan tindak pidana pencucian uang menimbulkan sebelas dosa, sebagai berikut: merupakan persekongkolan dalam dosa dan permusuhan; membangkang terhadap pemerintah; merusak sistem ekonomi; merupakan kebohongan dengan klaim kepemilikan harta yang seakan-akan sah, padahal dihasilkan dari usaha yang batil; merusak perlindungan sektor usaha; merusak etos kerja produktif masyarakat; membuka peluang manipulasi dalam produksi dan konsumsi; meningkatnya ekonomi biaya tinggi; mengkonsumsi harta haram yang berakibat rusaknya keimanan pelaku; mendorong tersebarnya tindak pidana; dan menghadapkan manusia kepada bahaya.

Sementara sanksi bagi pelaku tindak pidana korupsi dan tindak pidana pencucian uang meliputi:

Sanksi sosial dan moral;
Pemiskinan harta;
Ta’zir;
Adzab di akhirat (siksaan yang pedih);
Hukuman maksimal berupa hukuman mati yang dapat diterapkan apabila tindak pidana korupsi atau tindak pidana pencucian uang dilakukan ketika negara dalam keadaan bahaya, krisis ekonomi, krisis sosial, atau dilakukan secara berulang-ulang.
Penyelenggara negara atau penegak hukum yang melakukan tindak pidana korupsi dan tindak pidana pencucian uang harus diperberat hukumannya karena seharusnya menjadi teladan dalam penegakan hukum, pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi serta tindak pidana pencucian uang;

Pemerintah wajib melindungi dan memperkuat semua pihak yang melaksanakan jihad mencegah dan memberantas tindak pidana korupsi serta tindak pidana pencucian uang sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Alim Ulama dan Pondok Pesantren wajib menjadi teladan dan penjaga moral melalui penguatan pendidikan nilai-nilai dan perilaku antikorupsi. Sedangkan setiap elemen masyarakat wajib menghindarkan diri dari perilaku koruptif. (Red: Abdullah Alawi)

Berikut para Alim Ulama Nusantara Membangun Gerakan Pesantren Antikorupsi:


KH Ahmad Ishomuddin (Rais Syuriah PBNU)
KH Suhri Utsman (Pesantren Anwarul Hidayah)
H Muhammad Suardi, BA. Tk. Bagindo (Wakil Ketua PWNU Sumatera Barat)
KH Mohammad Dian Nafi’  (LBM PWNU Jawa Tengah)
Nyai Hj. Alissa Q. Wahid (Koordinator Nasional Jaringan GUSDURian)
KH Umar Farouq (Pesantren Ma’had Mathali’ul Falah, Kajen Pati)
KH Luqman Hakim Haris Dimyathi (Pesantren Termas Arjosari, Pacitan)
KH Dr. Afifuddin Harisah (Pesantren An Nahdlah, Makassar)
KH Abdul Muiz Ghazali  (Fahmina Institute, Cirebon)
Kiai Izet Abu Dzar (Pesantren Miftahus Sa’adah, Banjaran)
H Sahuri (Dosen Universitas Islam Bandung)
KH Abu Bakar Rahziz (Pesantren Mahasina, Kota Bekasi)
KH Dr. Nurul Huda Ma’arif (Pesantren Qotrotul Falah, Serang)
KH Achmad Labib Asrori (Pesantren Raudlotut Tulab, Magelang)
Hj. Nur Laela Diryat (Pesantren Al Falah)
KH Hasan Abdullah (Pesantren Salafiyah, Mlangi Yogyakarta)
KH Shihabuddin (Pesantren Nurul Huda, Malang)
KH Khoirun Niat (Pesantren Annur Ngrukem, Bantul)
Mariatul Asiah (LK3 Banjarmasin)
KH Jazilus Sakhok (Pesantren Sunan Pandanaran, Sleman)
Diana Handayani Suryaatmana (Lakpesdam NU Cimahi)
KH Herman Alim M (Pesantren Al Asy’ariah, Pontianak)
Kiai Iyan Fitriyana (Pesantren Al Hidayah, Lebak)
Ahmad Subhan Burhan (PCNU Batang, Jawa Tengah)
Ahmad Suaedy, MA (Abdurrahman Wahid Center)
Miftahul Jannah (Ketua Fatayat NU Banten)
Ahmad Murtajib (STAINU Kebumen)
Hifdzil Alim, SH, MH (Dosen UIN Sunan Kalijaga)

Link sumber: NU Online

Bagaimana Nasib Imam Nahrawi dan Romahurmuzy

Jika rekomendasi ini konsisten, ada baiknya rekomendasi ini diterapkan kepada Imam Nahrawi, tersangka korupsi 26,5 miliar di lingkungan kemenpora. Ada beberapa argurmentasi penting yang dapat dijadikan pertimbangan rekomendasi NU ini untuk dieksekusi pada kasus yang menimpa Imam Nahrawi :

Pertama, kasus yang menimpa Nahrawi adalah kasus korupsi. Hal ini sejalan dengan pertimbangan rekomendasi ulama NU yang menegaskan korupsi maupun money laundering (pencucian uang) berdampak sangat buruk bagi kehidupan berbangsa, bernegara dan merusak sendi-sendi kehidupan masyarakat.

Kedua, kasus yang menimpa Imam Nahrawi ini adalah kasus berulang. Sebelumnya, ada kasus korupsi Romahurmuzy dilingkungan kemenag yang juga sangat melukai perasaan publik. Karena itu, hakim perlu menerapkan hukuman mati yang diterapkan kepada Nahrawi agar kasus semacam ini tak berulang dikemudian hari.

Ketiga, nilai uang yang dikorupsi Nahrawi buesar rek. 26,5 miliar. Kalau untuk beli cendol, bisa lumpuh Sidoarjo tergenang cendol.

Padahal, pada saat yang sama seluruh rakyat menjerit kesulitan hidup. Barang barang naik, sementara penghasilan justru menurun. PHK terjadi meluas dimana-mana.

Keempat, Rekomendasi NU ini dibuat antara lain untuk disampaikan dalam Muktamar Nahdlatul Ulama (NU) ke-33 di Jombang, Jawa Timur pada 1-5 Agustus 2015. Parahnya, menurut kesaksian Wakil Bendahara Komite Olahraga Nasional Indonesia, Lina Nurhasanah, mengakui pernah mendapat titipan Rp 300 juta dari Sekretaris Jenderal KONI Ending Fuad Hamidy untuk Muktamar Nahdlatul Ulama di Jombang.

Artinya, eksekusi hukuman mati pada Imam Nahrawi penting agar putusan ini membersihkan nama baik NU sekaligus menjaga reputasi, marwah dan wibawa NU. Dalam hal ini, NU akan dikenang sebagai ormas yang konsisten memerangi korupsi termasuk merekomendasikan hukuman mati kepada koruptor, meskipun koruptor itu kadernya.

Penulis juga sependapat dengan rekomendasi hukuman mati bagi koruptor sebagaimana disampaikan NU ini. Mengingat, korupsi adalah kejahatan ekstra ordinary. Karena itu, butuh sanksi ekstra ordinary agar korupsi dapat dicabut hingga ke akar-akarnya. [].

Posting Komentar untuk "Kyai-Kyai NU Rekomendasikan Koruptor Dihukum Mati, Bagaimana Nasib Nahrawi dan Romi?"

Banner iklan disini