Mewujudkan Sandiwara

MEWUJUDKAN SANDIWARA [Salim Afillah Faceook]

-bashrah, mas gagah, & ternate-

Apa yang membedakan kita dengan para da'i agung di zaman lalu?
Adalah kota Bashrah ketika itu dijejali ribuan budak. Karena banyaknya, perlakuan para majikan pada mereka menjadi tak sebaik dahulu. Masih amat manusiawi, tapi rasanya ada kehangatan yang hilang.

Maka para hamba sahaya itu menghadap pada Imam Hasan Al Bashri. "Ya Imam", ujar mereka, "Mohon pada Jumat depan khuthbahkanlah keutamaan membebaskan budak dan memperlakukan sahaya dengan baik."

Sang Imam mengangguk sendu. "Insyaallah", ujar beliau, "Doakanlah agar aku mampu."
Tapi Jumat itu mereka kecewa. Sang Imam mengkhuthbahkan tema yang jauh berbeda. Saat menggugatnya, mereka dijawab dengan wajah sedih, "Mohon bersabar ya. Semoga dapat kusampaikan di pekan berikutnya."

Tapi pekan berikutnya, dan pekan berikutnya lagi tema yang dinanti itu tak kunjung tergemakan dari mimbar Imam Hasan Al Bashri. Barulah di pekan keempat, di Jumat yang syahdu itu tersimak kata-kata yang amat mantap tentang keutamaan membebaskan budak dan memperlakukan sahaya dengan baik.

Seruan itu bersambut cepat. Hari itu selepas shalat Jumat, kota Bashrah menyaksikan bebasnya ribuan budak.

Para sahaya kembali menghadap dan bertanya, "Mengapa baru sekarang ini, setelah lama kami menanti?"

"Maafkan aku", jawab tabi'in agung itu. "Aku sudah berusaha keras mengumpulkan uang sejak kalian memintaku. Tapi uang yang kukumpulkan baru cukup untuk membeli budak kemarin ini saja. Alhamdulillah setelah seharian selesai tugasnya & selesai pula tugasku padanya, hari ini menjelang berkhuthbah dia kubebaskan."

Tertempelak rasanya tiap kali menyimak hidup para Salafush Shalih.

Tapi saya punya hunjaman lain di dalam dada ketika Yunda Helvy Tiana Rosa 'memaksa' saya memerankan tokoh Kyai Ghufron dalam film Ketika Mas Gagah Pergi ‪#‎kmgpthemovie‬. Tiga bulan menelaah fiqih seni, berkonsultasi dengan para 'alim, & istikharah sampai memutuskan untuk terlibat rasanya belum menebus hunjaman itu.

Ya, karena peran Kyai Ghufron ada jauh di ufuk tinggi dibanding diri ini sehari-hari. Karena Kyai Ghufron dengan segala pengabdiannya di Ternate bagi saya masih menjadi cita dan mimpi.
Tetapi niat baik agaknya selalu Allah uji dengan dibukakannya jalan. Tepat sebelum berangkat 'umrah, saya membicarakan rencana hati untuk mendirikan Pesantren betulan di Ternate, seperti tempat Kyai Ghufron mengabdi; mendidik kader-kader da'i tangguh yang memberdayakan ummat di timur Nusantara. Dua yang saya ajak berbincang, kakanda saya HM Fanni Rahman, rekan seperjuangan di Yayasan Relawan Masjid Indonesia & seorang direktur pelaksana sebuah lembaga 'amil.

Dan Allah menguji saya dengan sebuah anugrah lagi; di Madinah, saya berjumpa Ust. Thariq 'Abdul Ghani Kasuba, putra Gubernur Maluku Utara yang sekaligus menantu Gurunda KH Ahzami Sami'un Jazuli & Ust. Rusydi Ibrahim, putra asli Ternate. Keduanya sedang menyelesaikan studi S-2 di Universitas Islam Madinah & Universitas Thaibah. Yang satu Tarikh, yang lain Tarbiyah.
Masyaallah, rasanya cita mewujudkan sandiwara ini kian dekat setelah saya bincangkan dengan keduanya. Semoga kian banyak yang bergabung menjadikannya nyata. Doakan kami, Shalih(in+at

Silakan Copy Artikel yang ada di sini, tapi cantumkan sumbernya http://tolongshare.beritaislamterbaru.org

Banner iklan disini