Para Istri di Desa Ini Tak Segan Usir Suami Jika Merokok di Rumah
SIDOARJO - Desa Sebani, Kecamatan Tarik, Sidoarjo, menerapkan aturan dilarang merokok di dalam rumah.
Aturan itu diberlakukan sejak dua tahun belakangan. Program yang terkesan tidak populis ini justru malah ditanggapi positif warganya.
Siti Rohani tak akan segan mengusir suaminya jika merokok di rumah.
Suaminya, Paino, pun tak bisa memarahi istrinya atas perlakuannya itu, sebab desanya telah membuat peraturan dilarang merokok di dalam rumah.
"Saya tidak suka suami merokok. Di rumah ada anak-anak, asapnya mengganggu. Saya usir kalau merokok di rumah," kata Siti kepada Surya, Minggu (21/8/2016).
Siti memahami ketergantungan suaminya merokok. Namun, ibu dua anak ini tetap ingin agar suaminya berhenti, tak lagi menghisap tembakau.
"Saya dengar pemerintah mau menaikan harga rokok Rp 50.000. Saya tidak bakal kasih uang segitu ke suami saya hanya untuk beli rokok. Semoga saja jadi bisa berhenti merokok," ujarnya.
Desa Sebani merupakan satu-satunya desa di Sidoarjo yang menerapkan aturan larangan merokok di dalam rumah. Tak hanya istri, anak-anak pun menjadi pengawas berjalannya peraturan tersebut.
Sama seperti Siti, Riski Choiyum pun akan memarahi ayahnya jika kedapatan merokok di dalam rumah. Mahasiswa Manajemen Bisnis Universitas Gajayana Malang ini tak segan memarahi ayahnya.
"Di rumah ada adik dan sepupu saya yang masih kecil. Kalau ayah merokok di rumah, saya bentak," tandas Riski.
Riski sendiri mengaku bukan perokok. Pengurus Karang Taruna Desa Sebani ini tak mau seperti ayahnya yang perokok.
Kadang teman-temannya mengolok-olok karena tidak merokok. Tidak gaul, payah, bahkan banci, sering dialamatkan padanya.
Namun, Riski tetap memilih tidak merokok. Alasannya, Riski melihat ayahnya yang sering mengeluhkan sakit di dada.
"Sering saya ingatkan untuk berhenti, tapi tetap tak bisa. Yang bisa saya lakukan hanya meyuruh ayah keluar rumah kalau mau merokok agar asapnya tidak mengganggu adik-adik saya," sambungnya.
Kepala Desa Sebani, Adi Mursito, menerangkan alasan aturan pelarangan merokok di dalam rumah hanya langkah preventif agar anak-anak tidak terpapar asap rokok, atau tidak menjadi perokok pasif.
"Perokok pasif justru lebih berbahaya ketimbang perokok aktif. Karena itu saya terapkan aturan itu 2014 silam," jelas Adi.
Dari puluhan RT yang ada di desanya, baru tiga RT yang menerapkan aturan ini. Di dalam ruangan tiap rumah warga, ada tanda pelarangan untuk tidak merokok.
Jika melanggar, warga akan didenda Rp 50.000 yang nantinya masuk ke kas desa.
Adi menuturkan sempat ada penolakan waktu awal-awal menggagas ide ini. Namun, setelah urun rembug bersama warganya, peraturan itu akhirnya disepakati.
Adi menyatakan tak bisa melarang warganya merokok karena itu jadi wilayah privasi seseorang. Namun, peraturan ini merupakan langkah preventif dan penyadaran agar warga tahu membedakan mana yang hak dan mana yang bukan. (*)
Cek Videonya: http://www.tribunnews.com/video/2016/08/28/para-istri-di-desa-ini-tak-segan-usir-suami-jika-merokok-di-rumah?page=3
Aturan itu diberlakukan sejak dua tahun belakangan. Program yang terkesan tidak populis ini justru malah ditanggapi positif warganya.
Siti Rohani tak akan segan mengusir suaminya jika merokok di rumah.
Suaminya, Paino, pun tak bisa memarahi istrinya atas perlakuannya itu, sebab desanya telah membuat peraturan dilarang merokok di dalam rumah.
"Saya tidak suka suami merokok. Di rumah ada anak-anak, asapnya mengganggu. Saya usir kalau merokok di rumah," kata Siti kepada Surya, Minggu (21/8/2016).
Siti memahami ketergantungan suaminya merokok. Namun, ibu dua anak ini tetap ingin agar suaminya berhenti, tak lagi menghisap tembakau.
"Saya dengar pemerintah mau menaikan harga rokok Rp 50.000. Saya tidak bakal kasih uang segitu ke suami saya hanya untuk beli rokok. Semoga saja jadi bisa berhenti merokok," ujarnya.
Desa Sebani merupakan satu-satunya desa di Sidoarjo yang menerapkan aturan larangan merokok di dalam rumah. Tak hanya istri, anak-anak pun menjadi pengawas berjalannya peraturan tersebut.
Sama seperti Siti, Riski Choiyum pun akan memarahi ayahnya jika kedapatan merokok di dalam rumah. Mahasiswa Manajemen Bisnis Universitas Gajayana Malang ini tak segan memarahi ayahnya.
"Di rumah ada adik dan sepupu saya yang masih kecil. Kalau ayah merokok di rumah, saya bentak," tandas Riski.
Riski sendiri mengaku bukan perokok. Pengurus Karang Taruna Desa Sebani ini tak mau seperti ayahnya yang perokok.
Kadang teman-temannya mengolok-olok karena tidak merokok. Tidak gaul, payah, bahkan banci, sering dialamatkan padanya.
Namun, Riski tetap memilih tidak merokok. Alasannya, Riski melihat ayahnya yang sering mengeluhkan sakit di dada.
"Sering saya ingatkan untuk berhenti, tapi tetap tak bisa. Yang bisa saya lakukan hanya meyuruh ayah keluar rumah kalau mau merokok agar asapnya tidak mengganggu adik-adik saya," sambungnya.
Kepala Desa Sebani, Adi Mursito, menerangkan alasan aturan pelarangan merokok di dalam rumah hanya langkah preventif agar anak-anak tidak terpapar asap rokok, atau tidak menjadi perokok pasif.
"Perokok pasif justru lebih berbahaya ketimbang perokok aktif. Karena itu saya terapkan aturan itu 2014 silam," jelas Adi.
Dari puluhan RT yang ada di desanya, baru tiga RT yang menerapkan aturan ini. Di dalam ruangan tiap rumah warga, ada tanda pelarangan untuk tidak merokok.
Jika melanggar, warga akan didenda Rp 50.000 yang nantinya masuk ke kas desa.
Adi menuturkan sempat ada penolakan waktu awal-awal menggagas ide ini. Namun, setelah urun rembug bersama warganya, peraturan itu akhirnya disepakati.
Adi menyatakan tak bisa melarang warganya merokok karena itu jadi wilayah privasi seseorang. Namun, peraturan ini merupakan langkah preventif dan penyadaran agar warga tahu membedakan mana yang hak dan mana yang bukan. (*)
Cek Videonya: http://www.tribunnews.com/video/2016/08/28/para-istri-di-desa-ini-tak-segan-usir-suami-jika-merokok-di-rumah?page=3