Ma, Aku Menikah Lagi...


Foto Ilustrasi : ilmupoligami

Toro di dalam mobil bersama istrinya, dalam keadaan berhenti di pinggir jalan. Ia ingin mengungkapkan sebuah rahasia kepada istrinya.

“Ma,” kata suami.

“Hmm, ada apa Ayah?”

“Ayah sudah menikah lagi,” ungkap Toro.

Istrinya masih asyik memegang ponsel. “Ah, Ayah ini bisa aja bercandanya. Nggak lucu ah!”

“Serius, Ayah sudah menikah lagi!” kata Toro. Untuk meyakinkan ia menyebut nama seorang perempuan. Ia menikah lagi dengan seorang janda beranak satu.

Istri Toro menarik nafas panjang, kemudian ia membuka pintu mobil. Keluar dan membuka pintu belakang. Ia duduk di belakang suaminya. Lalu menangis tersedu-sedu. Betapa ia merasa dikhianati oleh kekasih hatinya yang sudah menikahinya sekian tahun.

Setelah mengungkapkan itu, Toro merasa lega. Akan tetapi juga menerima ‘hukuman’ dari istrinya. Di rumah, ia tidak diperkenankan tidur di kamar. Warga Depok, Jawa Barat itu tidur di sofa.

Suatu malam, ia mendapati dirinya tiba-tiba berselimut tebal. Siapa yang menyelimuti? Ternyata istrinya.

Apa yang dilakukan oleh Toro adalah pilihan. Ya, poligami adalah pilihan seorang suami dengan segala konsekuensinya. Bukan pula kewajiban yang harus dijalankan.

Dalam sebuah pertemuan, tokoh Ikadi Hidayat Nur Wahid pernah mengatakan bahwa menikah lagi itu seperti makan. Tiap orang berbeda-beda. Ada yang cukup dengan satu piring dan ada yang cukup hanya dua piring.

“Jika satu sudah kenyang, untuk apa nambah lagi?!” kata Hidayat. Yang ada, katanya, nanti malah membuat perut sakit.

Sementara itu, pakar IT Agung SR meski pakar tentang teknologi informasi, ia pernah melontarkan guyonan tentang poligami.

Dalam acara Masjid Cyber Army di Masjid Jenderal Sudirman, Jakarta Selatan, Sabtu (31/12/2016) kemarin, Agung mengatakan bahwa istrinya ketika mengisi majelis taklim mempersilakan para istri untuk poligami. Hanya saja, “Jangan dengan suami saya!” kata istri seperti ditirukan Agung.

Pakar fiqih Ahmad Sarwat Lc.,  mengatakan pada dasarnya seorang suami tidak perlu mendapat izin dari siapa pun untuk boleh menikah. Baik untuk menikah yang pertama, kedua, ketiga atau pun yang keempat.

Izin dalam arti dari pihak lain, kata dia, hanya berlaku buat seorang wanita. Yaitu izin dari pihak wali yang dalam hal ini adalah ayah kandungnya sebagai wali mujbir. Sedangkan seorang laki-laki tidak membutuhkan wali atau izin dari pihak mana pun dalam menentukan pernikahannya.

Namun lain urusan, lanjut dia, izin lain pula urusan musyawarah. Akan lebih baik bila setiap melakukan tindakan hukum, seseorang bermusyawarah terlebih dahulu.

“Meski pada hakikatnya kalau dilihat dari urusan hak, seseorang berhak untuk kawin lagi, kapan saja dan di mana saja, namun segala sesuatu harus dipertimbangkan masak-masak. Dan musyawarah untuk mempertimbangkan segala resiko dari dampak poligami sangat penting dan fatal,” kata dia dalam lama Rumah Fiqih.

Toro akhirnya berdamai dengan istrinya. Istrinya menerima kenyataan tersebut bahwa dirinya memang harus mewakafkan diri untuk berbagi. Kini mereka mengaku sangat bahagia dan Toro mendapat dua anak dari pernikahan keduanya.  [Paramuda/BersamaDakwah]


Banner iklan disini