Mereka Membuat Yayasan Dengan Nama-nama Islam dan Gunakan Alquran Untuk Kristenisasi

Oleh: Abu Deedat Syihab, MH

Para penginjil dan pendeta dalam misinya memperalat Alquran dalam pewartaan ajaran Injil kepada umat Islam. Ada yang mendirikan yayasan dan lembaga yang menggunakan nama-nama Islam; seperti Yayasan Jalan Arohmah di kawasan Mampang, Yayasan Nur Kalimatullah di Cinere, Yayasan Aulia di Sunter, Yayasan Islam al Hanif di Tanjung Priok, Yayasan R Muhamad Nurdin di Slipi, Sekolah Tinggi ITK (Institut Teologi Kalimatullah ), dan masih banyak lagi.

Lembaga-lembaga tersebut menerbitkan buku-buku berkedok Islam. Kenapa mereka melakukan demikian? Mereka berdalih mengikuti rasul Paulus dalam kitab 1 Korintus 9 : 20 “ Kalau ingin memenangkan orang Yahudi, aku harus seperti Yahudi, supaya aku memenangkan orang Yahudi..“ Jadi aplikasinya kalau ingin memenangkan orang Islam aku harus seperti orang Islam. Inilah strategi musang berbulu ayam atau srigala berbulu domba.
Dalam majalah rohani Roti Hidup, DH menulis sbb:

“Mengapa kita menggunakan Alquran? 1) Kita perlu memulai berbicara dari cara pandang mereka; 2) Kita tidak akan dituduh memurtadkan mereka, karena yang digunakan adalah kitab suci mereka; 3) Dengan menggunakan Alquran akan menolong seorang percaya yang berasal dari latar belakang muslim untuk berinteraksi dengan keluarga dan teman-teman dan mengurangi terjadinya hambatan penganiayaan; 4) Kita akan menggunakan Alquran untuk menunjukkan pada mereka bahwa Yesus jauh lebih tinggi dari nabi-nabi lainnya; 5) Ingat, oleh karena hanya sebagai ‘jembatan’, kita tidak menggunakan seluruh ayat-ayat dalam Alquran; 6) Bagi kita Alkitab adalah satu-satunya firman Allah. Ingat, jembatan tidak lagi digunakan setelah kita beralih ke kebenaran mutlak yang terdapat dalam Alkitab.”

Ada enam alasan tersebut, bisa ditarik kesimpulan bahwa kristenisasi metode Camel adalah gerakan yang penuh dengan tipuan, kelicikan, keculasan, pembodohan, dan penodaan agama. Karenanya, penamaan metode Camel itu sangat tidak sesuai dengan praktiknya. Nama yang lebih tepat adalah metode Wolf (serigala), karena misi tipuan itu sama saja dengan serigala berbulu domba. Mereka berpura-pura Islam dengan memperalat Kitab Suci Alquran untuk membungkus dan menutupi jati diri sang misionaris. Setelah umat Islam terkelabuhi, maka dengan jahatnya mereka memangsa akidah umat Islam. Tetapi, hanya orang yang sangat bodoh saja yang mudah dikelabuhi oleh misi Kristen model “serigala berbulu domba” ini.

Ada enam kerancuan dan kontradiksi berpikir para misionaris.

Pertama, mereka menyatakan perlunya berbicara dari cara pandang umat Islam. Memang, komunikasi yang terbaik adalah memakai bahasa yang sesuai dengan kondisi objek bicara. Tapi sayangnya, hal ini ditempuh oleh misionaris untuk mengelabuhi akidah umat Islam supaya bisa dikristenkan.

Kedua, mereka mengklaim bahwa jika kristenisasi dilakukan dengan memperalat ayat-ayat Alquran, maka mereka tidak akan dituduh memurtadkan umat Islam, karena yang digunakan adalah kitab suci mereka. Padahal, apa yang mereka lakukan secara otomatis adalah gerakan pemurtadan atau kristenisasi berkedok Islam.

Ketiga, mereka menyangka penggunaan Alquran dalam misi Kristen akan menolong orang berlatar belakang muslim percaya. Paradigma ini salah total karena bertolak belakang dari substansi Alquran. Mereka sama sekali tidak menolong, justru mencelakakan umat Islam.

Keempat, mereka menggunakan Alquran untuk menunjukkan bahwa Yesus jauh lebih tinggi dari nabi-nabi lainnya. Bila kaidah misionaris ini diterapkan, maka perlu diketahui bahwa sehebat apapun mukjizat Yesus, dia adalah nabi khusus untuk Bani Israil saja (QS. Ali Imran 49 dan Az-Zukhruf 59; bdk: Injil Matius 10: 5-6 dan Matius 15: 24). Dan selama masa kenabiannya, Yesus menubuatkan kedatangan Nabi Muhammad (QS. Ash-Shaff 6). Umat Islam tidak membeda-bedakan terhadap para rasul Allah (QS Al-Baqarah 285), karena semua rasul memikul misi yang sama, yaitu mengajak kaumnya untuk bertauhid kepada Allah SWT (Qs An-Nahl 36, Al-Anbiya 25).

Kelima, karena memakai Alquran hanya sebagai ‘jembatan’, maka misionaris tidak menggunakan seluruh ayat-ayat dalam Alquran. Sikap ini membuktikan busuknya motivasi mereka dalam membaca Alquran.

Keenam, misionaris hanya meyakini Alkitab (Bibel) sebagai satu-satunya firman Allah yang mutlak dan Alquran hanya dipakai sebagai jembatan penginjilan kepada umat muslim. Mereka plin-plan.[]

Sumber: Tabloid Mediaumat edisi 166


Banner iklan disini